REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Implementasi Reformasi DPR akan meyakinkan publik soal mega proyek Icon Parlemen. Menurut DPR RI, dari tujuh tahap pembangunan Icon Parlemen ini, hanya satu proyek gedung yang diperuntukan bagi anggota dewan dan staf ahli.
Ketua Tim Implementasi Reformasi DPR, Fahri Hamzah mengatakan, dari tujuh tahap pembangunan Icon Parlemen, hanya di tahap enam terkait standardisasi ruang tiap anggota DPR RI. Selebihnya, adalah untuk kepentingan publik. Bahkan, kata Fahri, pelaksanaan proyek pembangunan gedung parlemen paling transparan dibanding lembaga negara lain.
Fahri menegaskan, pihaknya sudah memikirkan antisipasi penolakan dari masyarakat. Sebab itu, Tim Implementasi Reformasi dibuat untuk meyakinkan publik soal pentingnya realisasi proyek Icon Parlemen ini. Selain itu, adanya tim ini juga untuk meminimalkan terjadinya main mata soal proyek.
"Justru dengan tim dibuat supaya yang begitu (main mata) diminalisir," kata Fahri di kompleks parlemen, Rabu (20/5).
Adanya main mata juga diantisipasi dengan menyerahkan seluruh penggunaan anggaran pada Sekretariat Jenderal DPR RI. Selain Setjend, imbuh Fahri, tidak ada yang boleh bertanggungjawab atas kuasa anggaran dalam proyek memori kolektif parlemen Indonesia ini. Kuasa pengguna anggaran harus bertanggungjawab penuh pada anggaran.
"Karena itu harus hati-hati, teliti, terbuka dan profesional, tidak noleh melanggar hukum," tegas Wakil Ketua DPR RI ini.
Fahri menjamin tidak ada kepentingan di balik rencana pembangunan Icon Parlemen yang akan dimulai tahun ini. Sebab itu, kalau DPR mendapat serangan kritik maupun tuduhan atas pembanguan Icon Parlemen ini, maka Tim Implementasi Reformasi akan bertahan dengan meyakinkam publik pentingnya ada memori kolektif parlemen dari masa ke masa. Menurut dia, momentum saat ini sangat tepat untuk mulai penguatan kamar legislatif.
dikirim dari amplop pelangi Airmail