REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Maura Linda Sitanggang, mengatakan persebaran vaksin palsu bersifat tidak merata (sporadis). Pengawasan kualitas vaksin dilakukan sebelum dan setelah peredaran.
"Vaksin palsu itu persebarannya tidak merata. Sebab, ada sejumlah proses kontrol kualitas yang harus dijalani sebelum vaksin beredar secara resmi," ujarnya kepada Republika.co.id, Senin (27/6).
Maura melanjutkan vaksin menjalani penilaian sebelum diedarkan. Pemberian izin peredaran vaksin akan diberikan setelah penilaian dilakukan. Setelah resmi beredar, sampling vaksin tetap akan diambil untuk pengawasan. Ketika sudah digunakan oleh konsumen, efek vaksin tetap akan dipantau melalui monitoring kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).
"Intinya, pengawasan kualitas vaksin dilakukan saat sebelum dan pasca distribusi. Kami juga melakukan inspeksi produsen dan konsumen," katanya.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri menyatakan peredaran vaksin palsu penyebab bayi meninggal telah terjadi selama belasan tahun.
Kepolisian telah mengirimkan sampel vaksin palsu ke Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) untuk diperiksa komposisi kandungannya. Hingga saat ini, polisi telah mengamankan 10 orang tersangka dalam kasus praktik peredaran vaksin palsu untuk balita.