Kamis 27 Dec 2018 15:56 WIB

Kairo dan Tentara Bayaran Kekhalifahan Fatimiyah

Tentara bayaran demi menopang kekuasaan politik ternyata sudah lama dikenal.

Tentara Kekhalifahan Fatimiyah
Foto: Pinterst.com
Tentara Kekhalifahan Fatimiyah

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Dari sekian banyak variasi dan bentuk ilmu militer peninggalan peradaban Islam, salah satunya adalah munculnya fenomena tentara bayaran sebagai penopang utama sebuah pemerintahan. Hal ini terjadi pada Kekhalifahan Fatimiyah di Mesir. Masa pemerintahan dinasti ini berlangsung hampir dua abad lamanya, antara tahun 909 M hingga 1171 M. Nama Fatimiyah yang mereka pakai sebagai ‘klaim’ bahwa penguasa dinasti ini adalah masih keturunan Nabi Muhammad Saw dari garis puterinya: Fatimah.

Mereka terpaksa memakai tentara bayaran karena dinasti yang memusatkan pemerintahannya di Mesir ini adalah penganut Syiah Ismailiyah. Padahal waktu itu pengikut syiah  adalah kelompok minoritas di Kota itu. Penduduk Mesir sebagian besar menganut Islam suni. Jadi, tentara bayaran oleh Kekhalifahan Fatimiyah dipakai

sebagai jalan keluar untuk melanggengkan kekuasaan karena warga Mesir memang

tidak suka kepadanya. Selain itu, legiun ini juga dipakai sebagai alat untuk membasmi berbagai pemberontakan.

Lalu dari mananakah anggota tentara bayaran itu berasal? Ada dua kelompok besar tentara bayaran milik Kekhalifahan Fatimiyah. Pertama, adalah resimen kulit hitam atau Zawila. Anggota legiun tentara ini direkrut dengan cara membeli dari pasar budak yang pada saat itu banyak bermunculan di Afrika, terutama di pusatnya yang berada di dekat Danau Chad.

Kelompok tentara bayaran kedua adalah divisi yang anggotanya berasal dari Eropa Sakalaba atau yang kerap dipanggil dengan sebutan Bangsa Slav. Bangsa ini

memang saat itu bernasib sangat malang. Sebagai bangsa termiskin di Eropa Timur, mereka akhirnya harus menjadi budak untuk bertahan hidup. Bahkan, kata slav, yang berarti budak, awalnya merujuk kepada nama bangsa ini. Para penguasa Fatimiyah mendapatkan tenaga militer bangsa Slav dengan cara membeli daripasar budak yang berada di sekitar wilayah Italia.

Sebagi tentara bayaran kemampuan bertempur mereka jelas tak perlu diragukan  lagi. Baik bangsa Slav maupun Zawila sudah lama dikenal sebagai bangsa yang jago bertempur. Kekuasaan Fatimiyah ini kemudian memanfaatkan kemampuan tempurnya untuk menaklukan berbagai wilayah, seperti Sisilia (948 M), Mesir (969 M), dan Sijilmasat serta Fez pada tahun 978 M. Mereka menyerbu tempat itu dengan dukungan kekuatan pasukan bayaran yang jumlahnya cukup besar, yakni mencapai 50 ribu hingga 100 ribu orang.

Namun, selain punya kemampuan tempur yang mumpuni, ternyata beberapa orang diantara para legiun bayaran itu ternyata banyak mempunyai kemampuan berpikir yang cukup memadai. Salah seorang diantaranya adalah Jauhar. Dia adalah mantan budak Romawi keturunan Yunani Sisilia.

Ketika menaklukan Mesir, seorang Khalifah Fatimiyah, memerintahkan Jauhar (orang barat memanggilnya Jawhar) membangun kota baru, yang diberi nama Kairo (kiniibukota Mesir moderen). Batu pertama pembangunan kota itu diletakan sendiri oleh Jauhar.

photo
Wilayah Kekuasaan Kekhalifahan Fatimiyah

Selain itu, dia kemudian juga berinisiatif membangunan kota Kairo sebagai ibukota baru. Tujuan pendirian ibukota ini adalah untuk menampung administrasi pemerintahan sekaligus menjadikannya sebagai pusat markas militer. Jauhar juga kemudian mendirikan Masjid Al Azhar yang dimaksudkan pula sebagai pusat dakwah Kekhalifahan

Fatimiyah.

Sedangkan, sebagai puncak restasi dari legiun bayaran ini adalah ketika mereka berhasil menguasai pusat Dinasti Abbbasiyah, yakni kota Baghdad pada tahun 1058 M. Salah satu hasil rampasan perang yang sempat didapatkan sebagai tanda takluk dari penguasa Baghdad saat itu adalah sebuah jubah peninggalan Nabi Muhammad Saw.

Kemampuan tempur yang tinggi dari bangsa Slav itu masih bisa dijejaki hingga 900 tahun kemudian. Pada Perang Dunia I dan II, banyak bangsa Slav banyak terlibat dalam perang paling berdarah itu. Tapi berbeda tujuannya dengan  dahulu, kini mereka ikut berperang bukan untuk mendapatkan bayaran semata.Mereka terlibat dalam pertempuran dengan tujuan meraih kemerdekaan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement