Oleh: Lukman Hakiem*
Perkembagan politik di tanah air sejak Presiden Sukarno mencanangkan konsepsinya tentang Demokrasi Terpimpin, berkembang dan berubah sangat cepat.
Kalangan politisi sipil dan militer di daerah menolak pembentukan Kabinet Karya oleh warga negara bernama Ir Sukarno atas mandat dari Presiden Sukarno. Mereka mendesak agar Kabinet Karya dibubarkan dan menuntut supaya dibentuk kabinet di bawah pimpinan Mohammad Hatta-Sri Sultan Hamengku Buwono IX, serta menolak Konsepsi Presiden yang ditengarai memberi angin kepada kaum komunis.
Ketika tuntutan daerah itu ditolak, dimulailah episode pergolakan daerah dengan terbentuknya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera, dan Perjuangan Semesta (Permesta) di Sulawesi.
Pemerintah menjawab tuntutan daerah dengan menjatuhkan bom di Sumatera Barat. Inilah yang menyebabkan Rektor (waktu itu disebut Presiden) Universitas Indonesia, Prof Dr Bahder Djohan meletakkan jabatan. Bahder Djohan berpendapat, tindakan pemerintah pusat bukan hanya menghancurkan PRRI melainkan akan menghancurkan bangsa Indonesia yang baru mulai tumbuh dalam usia kemerdekaan yang masih muda.