Rabu 19 Jul 2017 01:03 WIB

Al-Aqsha Menangis Lagi!

Amrozi M. Rais, Lc Pengamat dan Pakar Timur Tengah Atau Peneliti Center for Middle East Studies (COMES)
Foto: dok. Pribadi
Amrozi M. Rais, Lc Pengamat dan Pakar Timur Tengah Atau Peneliti Center for Middle East Studies (COMES)

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Amrozi M. Rais *)

Jumat pagi, 14 Juli 2017, selepas shalat Subuh, suasana halaman Masjidil Aqsa dikejutkan dengan tembakan bertubi-tubi yang dikeluarkan oleh aparat keamanan Zionis Israel. Suara itu berasal dari tembakan polisi Zionis Israel ke arah pemuda-pemuda Palestina yang tengah membela kiblat pertama umat Islam. Terlihat ketiga pemuda Palestina, Muhammad Ahmad Jabbaren (29 tahun), Muhammad Hamed Jabbaren (19), dan Muhammad Ahmad Mufadhal Jabbaren (19), bersimbah darah dan sudah bernyawa lagi.

Tembakan aparat keamanan Zionis Israel ini, dilakukan karena ketiga pemuda Palestina berupaya menyerang mereka dengan pisau. Dua polisi Israel pun berjatuhan setelah ditusuk oleh ketiga pemuda tersebut. Dua polisi Israel dikabarkan meninggal dunia akibat tusukan tersebut. Hari berikutnya, Sabtu 15 Juli, dikabarkan polisi Israel ketiga dikabarkan meninggal dunia juga akibat tusukan pemuda Palestina itu.  Jadi pas, tiga lawan tiga.

Untuk mengantipasi kejadian yang lebih buruk lagi, pihak pemerintah Zionis Israel menutup kiblat pertama umat Islam itu dari jamaah shalat Jumat. Bahkan azan pun dilarang dikumandangkan dari masjid suci itu. Sesuai rencana pemerintah Zionis Israel, penutupan ini akan dilanjutkan hingga Ahad depan (23/7). Tindakan Israel ini merupakan tindakan yang paling brutal selama setengah abad ini, sejak tahun 1969 lalu.

Reaksi dunia internasional

Saat tulisan ini ditulis, penulis belum mendengar pernyataan dari pemimpin dunia Islam manapun menanggapi atas kejadian di atas. Namun yang mengejutkan adalah pernyataan Presiden Palestina Mahmud Abbas yang mengecam aksi para pemuda Palestina itu. “Saya menentang segala bentuk kekerasan di tempat ibadah, termasuk aksi penyerangan kepada polisi Israel,” jelas Abbas. Tak satupun pemimpin dunia Islam mengecam aksi penutupan Masjidil Aqsha ini. Diam membisu. Termasuk dari Indonesia.

Strategi Israel perluas tanah jajahan dan kekuasaannya

Dalam sepak terjangnya di tanah jajahan Palestina, Israel selalu menjadikan isu-isu keamanan sebagai langkah untuk menguasai atau menerapkan strateginya dalam memperluas tanah jajahannya. Dalam catatan penulis ada beberapa peristiwa keamanan yang mereka jadikan alasan untuk memperluas wilayah jajahan dan kekuasaannya. Diantarannya adalah sebagai berikut:

Peristiwa pembantaian Masjid Ibrahimi. Pagi itu, Jumat 25 Pebruari 1994, terjadi pembantaian sadis di dalam masjid Ibrahimi di Kota Hebron, selatan Tepi Barat, tempat lahirnya Nabi Ibrahim alaihis salam. 29 orang jamaah shalat gugur dan 15 lainnya luka-luka. Akibat peristiwa itu, masjid umat Islam dibagi dua, satu untuk Yahudi dan bagian kecil lagi untuk umat Islam. Masuk ke masjid pun harus melalui syarat-syarat tertentu dan waktunya pun dibatasi.   

Kuburan Rahel atau Masjid Bilal bin Robah. Rahel adalah nama ibu Nabi Yusuf alaihis salam, istri dari Nabi Yaqub alaihis salam. Dalam perjalanan Nabi Yaqub ke kota Betlehem, Rahel meninggal dunia. Untuk mengenang istrinya itu, Nabi Yaqub membangun semacam monumen mengenang istrinya. Saat itu tempat itu dikenal dengan nama kuburan Rahel.

Pada masa kejayaan Islam, tempat itu diganti dengan masjid Bilal bin Robah. Karena menurut riwayat hadis, Bilal pernah mengumandangkan azan di tempat itu saat bersama Khalifah Umar bin Khatab. Pada saat meletus Intifadah Aqsa tahun 2001, masjid Bilal bin Robah ini menjadi tempat ketegangan antara Israel dengan pemuda-pemuda Palestina. Dan pada tanggal 21 Pebruari 2010, pihak pemerintah Zionis Israel memasukkan Masjid Bilal bin Robah kedalam situs mereka. Karena mereka sebagai penguasa saat sekarang ini.

Pembakaran Masjidil Aqsha. Tanggal 21 Agustus 1969 menjadi hari duka bagi kaum muslimin dengan dibakarnya masjidil Aqsa oleh orang Yahudi. Akibat kejadian itu, pihak Zionis Israel mengambil alih urusan penjagaan masjid dengan dalih untuk keamanan. Situs-situs dan tempat-tempat bersejarah yang ada di dalam Masjidil Aqsa juga mereka kuasai.

Dari tiga peristiwa bersejarah di atas, rencana Zionis Israel untuk membagi Al-Aqsa menjadi dua, satu milik Yahudi dan satu lagi milik umat Islam, akan menjadi kenyataan. Membagi waktu, dimana mereka akan memberikan hari khusus untuk orang-orang Yahudi menunaikan ritual ibadah mereka di masjid. Dan akan memberikan waktu lain kepada umat Islam untuk beribadah di dalam masjid. Itu akan menjadi kenyataan.

Dilema dunia Islam

Melihat situasi dunia Islam dewasa ini, sangat kecil mereka bisa memberikan solusi bagi Masjidil Aqsha. Mengembalikan Masjidil Aqsha ke pangkauan kaum muslimin, dan bukan ke pangkuan orang Palestina dan orang Arab saja. Karena Masjidil Aqsha adalah milik kaum muslimin di penjuru dunia. Bukan milik orang Palestina dan milik orang Arab saja. Dari catatan penulis, minimal ada tiga kendala bagi dunia Islam, khususnya di Timur Tengah, yang menghalangi umat Islam bisa berbuat sesuatu untuk Al-Aqsha, untuk saat-saat sekarang ini. Alasannya sebagai berikut:

Pertama: dunia Islam saat ini tengah sibuk dengan urusan dalam negeri mereka sendiri-sendiri. Di Timur Tengah, mereka sibuk dengan Arab Spring dan situasi pasca-Arab Spring. Suriah sibuk dengan agenda mereka sendiri. Yaman sibuk dengan perang saudara yang berkepanjangan. Libya porak poranda pasca-Khadafi. Mesir terpuruk sejak dipimpin oleh As-Sisi. Dan terbaru, boikot negara-negara Teluk, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir, atas Qatar. Di dunia Islam, khususnya Indonesia, pun nyaris sibuk dengan urusan dalam negeri sendiri. Mulai dari isu PKI hingga Perppu Ormas yang kontroversial itu. Dengan begitu, jangankan memikirkan Al-Aqsha, untuk memikirkan persoalan dalam negeri saja, sudah kuwalahan.

Kedua: persekutuan negara-negara Arab bersifat sementara dan cenderung sporadis serta parsial. Bukan berdasarkan pada persekutuan yang berdimensi jangka panjang, tidak berdasarkan pada kajian komprehensif. Sehingga sikap negara-negara Arab khususnya, cenderung disetir oleh kekuatan negara adi daya, seperti Amerika dan sekutu-sekutunya.

Ketiga: lemahnya negara-negara Islam dan Arab dalam memandang isu Palestina dan al-Aqsa. Sehingga kekuatan mereka tidak solid. Padahal isu Palestina adalah isu sentral umat Islam di dunia. Kalau negara-negara Islam dan Arab bisa menyatukan kekuatannya dalam bingkai “siapa yang menguasai kawasan Palestina, ia akan menguasai dunia”. Maka impian umat Islam untuk mengembalikan Masjidil Aqsa ke pangkuan kaum muslimin, bukanlah hayalan semata.

Lalu, berharap kepada siapa?

Tak ada kekuatan lain, setelah kekuatan Allah SWT tentunya, yang mampu mengembalikan Masjidil Aqsa ke pangkuan umat Islam, selain kekuatan sipil. Masyarakat sipil dan kekuatan rakyat lah yang akan memaksa Zionis Israel hengkang dari tanah Palestina. Segera memberikan tanah Palestina dan Masjidil Aqsa ke pangkuan umat Islam.

Ketika level pemerintah dan penguasa mentok, maka kekuatan masyarakat sipil, civil society lah menjadi harapan besar bagi rakyat dan bangsa Palestina. Mulai dari jamaah masjid, perkumpulan remaja-remaja masjid hingga LSM-LSM yang bergerak di bidang kemanusiaan Palestina. Mereka inilah yang mampu menghapus tangis Masjidil Aqsa. Agar masjid ini tidak menangis lagi…!!!#

 

*) Pengamat dan Pakar Timur Tengah, Peneliti Center for Middle East Studies (Comes)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement