Sabtu 14 Oct 2017 12:58 WIB

Pemimpin Baru, Jakarta Baru

Karangan bunga ucapan selamat dan sukses untuk Anies - Sandi yang akan dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta yang baru tanggal 16 Oktober nanti di Balaikota, Jakarta Pusat (13/10).
Foto: Republika/Zahrotul Oktaviani
Karangan bunga ucapan selamat dan sukses untuk Anies - Sandi yang akan dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta yang baru tanggal 16 Oktober nanti di Balaikota, Jakarta Pusat (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Bambang Arianto, Peneliti di LPPM Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta

Pelantikan pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih Anies R Baswedan-Sandiaga S Uno untuk memimpin DKI Jakarta 2017-2024 membuka lembaran baru. Dikatakan demikian karena pemimpin DKI Jakarta kali ini bukan berasal dari kalangan pejawat.

Dengan kata lain, pemimpin baru itu sejatinya dapat memberikan harapan baru sekaligus pembuktian, apakah mereka dapat benar-benar bekerja menjadi sosok pelayan rakyat atau tidak. Sebab, bagaimanapun, pasangan ini harus segera membuktikan janji kampanyenya.

Seperti, program OkeOce yang meliputi program rumah tanpa uang muka, transportasi serba-Rp 5.000, menolak reklamasi, setop penggusuran, bebas banjir dan macet, KJP dan KJS plus, dan masih banyak lagi janji politik saat kampanye silam.

Jika pemimpin baru tersebut ke depan tidak segera mewujudkan janji politiknya, itu artinya memang sangat sulit mencari sosok pemimpin atau kepala daerah terpilih yang dapat mengerti menjadi panutan rakyat, terutama perihal janji-janji politiknya.

Sebab, selama ini pascaritus kontestasi demokrasi lokal, kita masih sulit menemukan pemimpin baru terpilih yang bisa segera membuktikan janji-janji politik sekaligus mengedepankan etos kerja. Sebaliknya, publik sering kali disuguhi oleh pemimpin terpilih miskin etos.

Dengan kata lain, miskin etos adalah minim semangat kerja tinggi guna mengayomi rakyat. Selain itu, pemimpin baru yang miskin etos dapat dilihat dari banyaknya kebijakan, baik di ranah pusat maupun aras lokal, yang selalu dipenuhi kebijakan jalan pintas demi kepentingan pribadi.

Pemimpin miskin etos kerap dirasuki mentalitas calo, ketimbang watak melayani apalagi berani menjadi pekerja keras untuk kesejahteraan rakyatnya. Mentalitas ini lebih cenderung memilih keuntungan kecil, ketimbang jangka panjang apalagi untuk kepentingan rakyat.

Itu mengapa, tidak heran bila akhir-akhir ini makin banyak kepala daerah yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laku tersebut kemudian menjadikan rakyat semakin tidak percaya dan jengah.

Apalagi biasanya para kepala daerah tersebut hanya mau berhadapan dengan rakyat saat gelaran kampanye berlangsung. Selebihnya, mereka dengan seenaknya meninggalkan segundang janji-janji politik kosong di hadapan publik.

Bahkan, setelah terpilih sangat mustahil bagi mereka untuk dapat kembali masuk ke ruang-ruang yang menjadi bagian dari kehidupan rakyat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement