Kamis 19 Oct 2017 09:07 WIB

Anies Vs Jokowi di Pilpres 2019?

Red: Muhammad Subarkah
Joko Widodo (kiri) dan Juru Bicara Tim Pemenangan Pasangan Jokowi - JK, Anies Baswedan (kanan) duduk di bangku taman ketika berkunjung ke Taman Waduk Pluit di Jakarta Utara, Selasa (22/7).
Foto:
Basuki Tjahaja Purnama.

Ketujuh, kedekatan Anies dengan dunia internasional terutama Barat akan menjadi kantong-kantong dana untuk membiayai operasional kampanye. Sejak kasus Al-Midah yang melahirkan gelombang massa 212 telah mengeratkan hubungan Anies dengan negara-negara minyak di Timur Tengah. Ini akan menjadi perlawanan sengit terhadap jokowi. Belum lagi "saweran dana" para pendukung yang selama ini konsisten memilih berada di seberang Jokowi mungkin akan terulang kembali.

Situasi tidak menguntungkan ini tidak akan dibiarkan berlarut-larut oleh Jokowi dan orang-orang di sekelilingnya yang selama ini setia menjadi timses. Dengan kekuasaan di tangan jokowi bisa mengkapitalisasi menjadi perlawanan sengit terhadap Anies.

Pertama, dengan alat kekuasaan yang dimiliki, jokowi bisa mengganggu program dan kinerja Anies. Apalagi partai koalisi Jokowi yang memiliki kursi mayoritas di DPRD DKI bisa jadi peluang cukup signifikan sebagai alat pengganggu yang efektif, terutama di bidang anggaran.

Belum lagi jika Anies terpeleset, kasus hukum akan menjadi akhir dari perjalanan karir politik Anies. Dalam hal ini Anies akan super hati-hati dalam setiap langkah dan kebijakan dalam memimpin Jakarta. Anies tidak ingin menjadi Anas Urbaningrum kedua yang kalah telak ketika harus berseberangan dengan Presiden SBY. Selama ini pendekatan hukum terbukti efektif bagi jokowi untuk menghadapi lawan-lawannya. Berbagai kasus yang menimpa para pemimpin GNPF adalah contoh terbaru dari efektifnya strategi jalur hukum ini.

Kedua, jokowi bisa rebond dengan membranding ulang citra dirinya. Dengan kekuasaan yang dimiliki, jokowi diuntungkan oleh segenap fasilitas yang memadai untuk memperbesar intensitas dalam berkomunikasi dengan rakyat, baik melalui media maupun blusukan ke kantong-kantong massa. Apalagi jika media saat ini cenderung lebih memilih berkompromi dengan kemauan dan kepentingan penguasa. Meski harus diakui strategi pencitraan jokowi tidak seefektif sebelumnya.

Ketiga, upaya untuk mendekati Umat Islam terus rutin dilakukan dengan memanggil para kiyai khos dan berpengaruh ke istana. Manuver-manuver politik panglima yang belakangan dimengerti sebagai restu Jokowi menunjukkan kesungguhan ikhtiar mendekati Umat Islam sebagai kantong suara terbesar dalam pemilu.

Apapun yang akan terjadi, persaingan Anies vs Jokowi akan berjalan semakin sengit kedepan. Keduanya akan terus bersaing dalam branding untuk membidik jantung simpati rakyat Indonesia.

Siapa yang paling piawai mengambil hati rakyat, ialah yang akan jadi pemenang di Pillpres 2019. Tentu dengan catatan Anies tidak tersandung masalah selama dua tahun memimpin DKI, dan Jokowi berhasil menuntaskan tugasnya hingga 2019.

* Doktor Filsafat dan Direktur Graha Insan Cendekia

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement