REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andri Saubani*
“I shall return (Saya akan kembali).”
Kalimat di atas adalah penutup rilis Siti Hediati Hariadi atau yang dikenal dengan nama Titiek Soeharto yang dikirim kepada pers pada Senin (11/6). Secara mengejutkan, Titiek lewat rilis resmi itu mengumumkan pengunduran dirinya dari Partai Golkar, partai tempat dirinya berkarier di politik. Titiek hengkang ke Partai Berkarya, partai baru besutan adik kandungnya, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Mengejutkan, lantaran hengkangnya Titiek dari partai pohon beringin saat dirinya bisa dibilang berada dalam puncak karier politik. Titiek saat ini bukan cuma kader biasa Golkar, namun adalah Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Golkar.
Ia pun tercatat sebagai anggota Fraksi Golkar di DPR untuk periode 2014-2019. Di DPR, Titiek juga menjabat sebagai wakil ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP). Pengaruh Titiek di Golkar terbukti semakin kuat, setelah sempat muncul keputusan DPP Golkar untuk mengganti Wakil Ketua MPR Mahyudin dengan mantan istri Prabowo Subianto itu.
Semua jabatan di Golkar itu sekarang harus ikhlas ditanggalkan oleh Titiek, dan pesan dirinya akan kembali ke DPR menjadi sinyal bernada ‘ancaman’ optimistik. Anak keempat Soeharto ini sepertinya yakin atau memang telah cermat berhitung bahwa Partai Berkarya akan lolos ambang batas parlemen (parliamentary threshold) pada Pemilu 2019.
Partai Berkarya adalah satu dari beberapa partai baru yang serius menatap Pemilu 2019. Didirikan tepat pada ulang tahun ke-54 Tommy Soeharto, Partai Berkarya kemudian mendapatkan legitimasi SK Menkumham pada 13 Oktober 2016. Saat Partai Bulan Bintang (PBB) yang notabene adalah partai lama susah payah lulus verifikasi faktual KPU, Partai Berkarya menjadi di antara partai baru yang lebih dulu dinyatakan sah untuk ikut Pemilu 2019.
Data KPU menunjukkan fakta bahwa Partai Berkarya bukan asal lulus verifikasi. Partai Berkarya memiliki 409.022 anggota dengan tingkat keterwakilan perempuan mencapai 36,36 persen. Jumlah anggota Partai Berkarya lebih tinggi dibandingkan sejumlah partai lama, termasuk jika dibandingkan dengan PDIP yang hanya beranggotakan 339.224 orang. Jumlah anggota PKS dan PKB juga berada di bawah Partai Berkarya, dengan masing-masing dengan 300.158 dan 375.254 anggota.
Ambang batas parlemen sebesar 4 persen memang bukan angka yang kecil bagi partai baru untuk bisa mengirimkan wakilnya ke parlemen. Berdasarkan ragam survei terakhir, hanya Perindo partai baru yang meraih hasil survei di atas 4 persen. Namun, elektabilitas Partai Berkarya justru di atas PSI atau bisa menyamai raihan suara ‘partai baru tapi lama’ seperti PBB dan PKPI.
Saat pengundian nomor urut Pemilu 2019 di kantor KPU beberapa bulan lalu, Tommy terlihat hadir. Kepada wartawan, Tommy menegaskan, target Partai Berkarya adalah meraup banyak suara di pemilihan legislatif dan mendapatkan jumlah signifikan kursi di parlemen. Optimisme itu sepertinya ditularkan Tommy kepada Titiek sehingga kakak kandungnya itu bersedia bergabung ke Partai Berkarya.
Pemilu 2019 akan jadi pembuktikan masa depan kebangkitan Keluarga Cendana setelah beberapa kali gagal sukses di kancah politik praktis. Setelah Soeharto tumbang pada 1998, putri sulung Soeharto, Siti Hardianti Rukmana (Tutut) pernah berpartisipasi pada pemilu 2004 dan 2009 lewat Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). PKPB sempat meraih dua kursi DPR pada 2004, namun kemudian gagal pada pemilu 2009 karena raihan suaranya tak melampaui ambang batas pemilu.
Kini, Keluarga Cendana meretas kembali jalan menuju gemilang kekuasaan yang pernah dirasakan Soeharto dengan Orde Barunya. Tommy dan Titiek pun tetap yakin, ide pemikiran politik dan citra Soeharto pada masa lalu bisa ‘dijual’ kepada calon pemilih di Pemilu 2019. Meski ayah mereka masih kerap ‘diserang’ oleh kaum reformis dan kalangan masyarakat sipil (LSM) atas kasus-kasus dugaan korupsi dan pelanggaran HAM masa lalu, Keluarga Cendana sepertinya bergeming.
Tommy, sejak partainya dideklarasikan dua tahun lalu, kini aktif melancarkan 'serangan-serangan' terhadap penguasa. Sempat 'menghilang' seiiring proses hukum terhadap dirinya setidaknya hingga 10 tahun lalu, Tommy kini aktif di media sosial mengkritisi kebijakan pemerintah.
Pada pidato konsolidasi Partai Berkarya di Yogyakarta pada Senin (11/6), Tommy seperti menafikan iklim demokrasi yang kini dirasakan rakyat Indonesia setelah kekuasaan ayahnya tumbang. Ia menilai, selama 20 tahun reformasi tidak menghasilkan kemajuan bagi Indonesia tapi malah keprihatinan.
Partai Berkarya sepertinya berharap jargon Orde Baru seperti trilogi pembangunan, ekonomi kerakyatan, dan swasembada pangan akan laku dijual pada kampanye Pemilu 2019. Jika kita membuka laman Partai Berkarya di internet, pada beranda laman tersebut akan terlihat foto wajah Soeharto dengan kutipan, “Rasa syukur yang paling tepat adalah dengan jalan mempertahankan kemurnian cita-cita kemerdekaan dan bekerja keras dan membangun bangsa ini sebagai pengisi kemerdekaan.”
Demi mengubur citra negatif Soeharto pada masa lalu, sejak awal Maret 2018 Keluarga Soeharto pun mengelar acara yang bertajuk ‘Bulan HM Soeharto’. Kegiatan tersebut digelar di Yogyakarta dan Jakarta. Perayaan puncaknya dilakukan pada 11 Maret 2018 bertepatan dengan peringatan Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret, surat yang membuat rezim Orde Lama Soekarno runtuh.
Namun naif, jika Partai Berkarya masih yakin narasi ‘Piye, enak zamanku tho?’ menjadi kunci sukses di Pemilu 2019. Alasannya, SMRC punya data bahwa, 55 persen pemilih pada Pemilu 2019 berada pada rentang usia 17-38 tahun. Adapun, penduduk potensial pemilih pada Pemilu 2019 berdasarkan data Kemendagri mencapai 196,5 juta orang. Itu artinya, sebagian besar pemilih pada Pemilu 2019 termasuk para milenial tidak bersentuhan dengan memori kuasa Orde Baru.
*penulis adalah redaktur Republika.