Senin 08 Oct 2018 05:49 WIB

Palestina tak Kunjung Merdeka Oleh Sebab Ini

Lemahnya negara Arab membuat Israel dengan mudah mengubah geopolitik Timur Tengah

Ikhwanul Kiram Mashuri
Foto: Republika/Daan
Ikhwanul Kiram Mashuri

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri

Berikut masih terkait Donald Trump. Sang Presiden Amerika Serikat ini tampaknya suka kontroversi. Bicaranya blak-blakan, tanpa tedeng aling-aling, tidak basa-basi, langsung ke pokok persoalan, tidak njelimet. Termasuk bila menyangkut kepala negara lain sekalipun, ia tidak suka bicara muter-muter dengan bahasa diplomatis.

Yang terbaru adalah ketika ia berbicara tentang Raja Salman bin Abdulaziz dan Kerajaan Arab Saudi. Seperti dilaporkan kantor berita Reuters, Rabu (3/10) lalu, Trump memperingatkan kepada Raja Salman bahwa ‘ia tidak akan bisa berkuasa tanpa dukungan militer AS’.

Berbicara di depan para pendukungnya dalam sebuah kampanye di Southaven, Mississippi, AS, Selasa (2/10), Trump mengatakan, "Kita melindungi Arab Saudi. Anda bisa mengatakan mereka kaya. Dan, saya suka Rajanya, Raja Salman. Tapi, saya katakan ‘Raja, kami melindungi Anda. Anda mungkin tidak akan bertahan (berkuasa) selama dua pekan tanpa kami. Anda harus membayar untuk militer kami’." Pernyataan Trump langsung disambut sorak para pendukungnya.

Trump tidak menyebut lebih lanjut kapan dirinya menyampaikan pernyataan seperti itu kepada Raja Salman. Namun, seperti diberitakan kantor berita Saudi, Saudi Press Agency (SPA), ia menelepon Raja Salman pada Sabtu, 29 September lalu, guna membahas upaya mempertahankan suplai minyak demi menjaga stabilitas pasar dan pertumbuhan ekonomi global.

Saudi merupakan pengekspor top minyak dunia dan pemimpin de facto Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Beberapa waktu lalu, Trump mengkritik negara-negara anggota OPEC terkait tingginya harga minyak dunia.

"Kita membela banyak negara ini bukan untuk apa-apa, dan kemudian mereka memanfaatkan kita dengan memberikan harga minyak yang tinggi. Tidak bagus. Kita ingin mereka berhenti menaikkan harga, kita ingin mereka mulai menurunkan harga," ujar Trump pada sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, bulan lalu.

Kendati Trump melontarkan kata-kata kasar dan tanpa basa-basi terhadap Raja Salman laiknya pergaulan antarkepala negara, pemerintahannya sebenarnya mempunyai hubungan dekat dengan Saudi. Bahkan, hubungan itu sudah berlangsung lama.

Itu sebabnya Trump menjadikan Saudi sebagai negara pertama yang ia kunjungi setelah dilantik untuk bersinggasana di Gedung Putih. AS memandang Saudi sebagai basis utama untuk menyebarkan pengaruhnya di kawasan Timur Tengah. Terutama sebagai ‘benteng’ untuk menghalau pengaruh kuat Iran di kawasan itu.

Namun, ‘ancaman’ Trump kepada penguasa Saudi--bahwa kekuasaan sang raja bisa ambruk dalam dua pekan kalau tidak didukung AS-- tetap saja merupakan pernyataan kasar dalam pergaulan antarnegara. Bahkan bisa dianggap sebagai penghinaan dan melanggar kepatutan dalam pergaulan internasional. Apalagi, ancaman itu disampaikan secara terbuka dan di depan lensa kamera para awak media.

Yang menjadi pertanyaan, mengapa penguasa Saudi tidak merespons ‘penghinaan’ yang disampaikan Presiden Donald Trump? Mengapa Saudi yang merupakan negara besar nan kaya seperti kerbau dicocok hidungnya?

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement