Ahad 24 Feb 2019 14:23 WIB

Pemilu itu Perang Total?

Pemilu harus dijaga agar sesuai konstitusi yakni luber dan jurdil.

Capres No 01 Joko Widodo dan Capres No 02 Prabowo Subianto usai debat kedua calon presiden pemilu 2019, Jakarta, Ahad (17/2).
Foto: Republika/Prayogi
Capres No 01 Joko Widodo dan Capres No 02 Prabowo Subianto usai debat kedua calon presiden pemilu 2019, Jakarta, Ahad (17/2).

Oleh: DR Irmanputra Siddin, Pakar Hukum Tata Negara

Frase ‘Perang Total’ pada har-hari kampanye Pilpres 2019 ini menarik dikaji. Ujaran pernyataan “perang total” menjadi menarik terutama untuk mengulas konstitusionalitas pemilu. Apalagi, saat ini Menteri, Kepala Daerah terlibat untuk menjadi Tim Kampanye.

Pada isu berita baru-baru ini beberapa camat di kota Makassar sedang diperiksa Bawaslu. Soal ini sudah tersebar di berbagai media daring. Dan hal ini memang berbeda dengan masa lalu. Di masa Orde baru, penyelenggara pemilu tidak diatur pada tingkat konsitusi dan ini memang tidak seperti saat ini, melainkan bagian dari kekuasaan presiden.

Maka kemudian dikenalah Lembaga Pemilihan Umum (LPU) yang Ketuanya adalah menteri dalam negeri. Selain itu Dewan Pimpinannya juga terdiri menteri kehakiman, penerangan, keuangan, perhubungan, luar negeri, hingga menteri pertahanan aeamanan/Panglima Angkatan Bersenjata yang sekaligus sebagai panitia pemilihan.

LPU juga memiliki panitia pengawas yang ketuanya adalah Jaksa Agung (Keputusan Presiden No. 72/1980).

Maka bisa dibayangkan bagaimana peluang pergerakan struktur kekuasaan yang sistematis dan masif, guna kepentingan petahana dalam setiap pemilu.

Ombasnya, korps pegawai negeri dan militer juga bisa menjadi abdi suara petahana, sehingga setiap pemilu, kekuatan politik petahana menjadi pemenang mayoritas, belum lagi yang ditunjuk tanpa dipilih melalui pemilu.

Alhasil, di masa lalu, petahana kemudian bisa terpilih terus di parlemen (MPR) sebagai Presiden hingga 32 tahun. Oleh karena “trauma” inilah maka kita tidak ingin pemilu itu berasaskan langsung, umum, bebas & rahasia (LUBER) saja namun juga mutlak Jurdil (JUJUR dan ADIL) dan harus pula diatur di tingkat konstitusi (Pasal 22E UUD 1945).

Imbasnya, pada saat ini, struktur pemerintahan seperti menteri, kepala daerah bukan lagi bagian penyelenggara namun masih menjadi bagian peserta pemilu (tim kampanye) seperti zaman Orba dahulu. Dan sesungguhnya tidak boleh lagi ada struktur negara dimanfaatkan, Koramil, Babinsa, Lurah, Camat hingga Presiden sekalipun untuk kepentingan pemilihan peserta.

Oleh karenanya menjadi penting untuk diingatkan pesan “perang total”, karena taruhannya adalah aturan dasar bernegara yang ada di dalam konstitusi yakni pemilu harus jujur & adil.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement