Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika
Berita media yang berbasis di New York, Amerika Serikat, The Wallstret Journal (WSJ) membuat geger publik Muslim Indonesia selama dua hari terakhir ini. Di media sosial publik ramai memperbincangkanya. Pro kontra terjadi. Ada yang terkesima, mengangguk setuju, hingga geleng-geleng kepala.
Memang isi berita media itu sangat menyentak. Judulnya Provokatif: 'How China Persuaded One Muslim Nation to Keep Silent on Xinjiang Camps'. Bila diterjemahkan menjadi: 'Bagaimana China Membujuk Satu Bangsa Muslim untuk Tetap Diam di Kamp Xinjiang'.
Tentu saja banyak orang yang kebakaran jenggot atas berita ini. Ormas Islam pun sibuk membantah. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas menolak tuduhan media asin ini soal ormas Islam yang disuap Cina agar bungkam soal isu hak asasi manusia etnis Uighur. Artikel yang dimaksud itu memang terbit pada Rabu (11/12) di laman daring WSJ tersebut.
"Apakah dengan mengundang tokoh-tokoh dari ketiga ormas ke Uighur Cina lalu ketiga ormas itu akan melemah kepada Pemerintah Cina? Tidak," kata Anwar kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Anwar memerinci, tiga ormas dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah. "Cina menyuap MUI, NU, dan Muhammadiyah? Bagaimana caranya mereka menyuap ketiga organisasi tersebut," katanya.
Anwar yang juga sekretaris jenderal MUI mengatakan, sikap ormas-ormas islam itu sudah jelas, yaitu amar makruf nahi mungkar atau mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Jika tindakan Pemerintah Cina itu baik, menurut dia, tentu didukung. Tapi, jika zalim kepada rakyat Uighur maka sikap dari ormas Islam sudah jelas.
"Kami tidak akan membiarkan praktik kezaliman itu ada," kata dia
Anwar menjelaskan, pihaknya mengutuk sikap dan tindakan Pemerintah Cina terhadap umat Islam Uighur. Hal itu juga berlaku bagi Amerika Serikat yang zalim terhadap rakyat Afghanistan dan Palestina.
MUI dan Muhammadiyah, menurut Anwar, cinta damai dan keadilan. Ia menegaskan bahwa meskipun seribu kali Pemerintah Cina mengundang MUI dan Muhammadiyah untuk datang ke Cina, sikap terhadap Uighur tidak akan berubah.
"Maka selama Pemerintah Cina tidak bisa menghormati hak-hak beragama dari rakyat Uighur, MUI dan Muhammadiyah akan tetap bersuara dengan lantang melawannya," katanya.
Demikian juga, menurut Anwar, untuk kasus di Afghanistan dan Palestina. Selama Amerika tidak menghormati hak-hak rakyat Afghanistan dan Palestina, MUI dan Muhammadiyah jelas tidak akan tinggal diam.
MUI dan Muhammadiyah, menurut Anwar, tidak memusuhi Cina dan Amerika. "Yang kami musuhi adalah perbuatannya yang tidak benar dan tidak manusiawi tersebut," kata dia.