REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kelompok tari dari Tri Ardhika akan menghadirkan tari kolosal Bedhaya 'Minangkalbu' di ajang "World Dance Day 2016" yang berlangsung selama dua hari, 28 hingga 29 April 2016 di Solo, Jawa Tengah.
Selama 25 menit, sembilan penari profesional diantaranya beberapa penari Bedhaya Keraton Surakarta didampingi dua penyimping (Pendampong), dengan iringan 17 pengrawit (Pemusik), enam orang sinden (penyanyi) dengan tata panggung serta penata rias berpengalaman dari Keraton Surakarta.
"Saya ingin menampilkan sesuatu yang baru, baik dari segi ide cerita maupun artistik, tapi tidak meninggalkan konsep Bedhaya yang semestinya," ujar Eny Sulistyowati, pimpinan Tri Ardhika kepada Republika.co.id, Kamis (21/4).
Bedhaya merupakan tarian klasik Jawa dengan sembilan penari, yang dikembangkan di kalangan Keraton pewaris tahta sejak jaman Kerajaan Mataram. Dalam mitologi Jawa, sembilan penari menurut Eny menggambarkan arah mata angin yang dikuasai sembilan dewa (Nawasanga). Atau versi lain menyebut sebagai lambang dari Sembilan Wali atau Wali Songo.
Hal ini secara filosofis menekankan pada simbol hubungan timbal balik antara manusia dan jagad (alam).
"Sehingga Bedhaya merupakan perwujudan dari patrap manembah. Banyak nilai diungkapkan, seperti pencarian kesempurnaan hidup, penemuan jatidiri, keserasian, keselarasan, keseimbangan hidup, cinta damai, tentang kawicaksanaan dan laku utama," kata Eny.
Dalam persiapanya nanti, Eny mengatakan kelompoknya akan melakukan "sengkeran" atau "bebadra" yakni membangun sarana dasar melalui proses laku batin dengan cara mengurung diri (berpingit), berkonsentrasi penuh untuk pentas.
"Menjelang satu hari malam sebelum pentas nanti kami akan 'sengkeran' (dipingit). 'Sengkeran' maksudnya seluruh penari tinggal bersama di satu tempat. Membersihkan diri dan batin, menyatukan rasa, dan doa bersama," ujar Eny.
Pementasan tari Bedhaya 'Minangkalbu' akan dilangsungkan di Pendopo Kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Solo, Kamis 28 April 2016 pukul 20.00 WIB.