Sebagai narasumber pada acara Pra Seminar Penelitian tentang Model-Model Pemberdayaan Rumah Ibadat di Indonesia Tahun 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian RI Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada hari Rabu, 25 Juni 2014 di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, saya menjelaskan tentang kriteria keberhasilan pemberdayaan rumah ibadat dan jamaahnya.
Minimal ada tiga kriteria, Pertama, fasilitas rumah ibadah semakin lengkap dan dalam kondisi baik. Kedua, aktivitas rumah ibadah memberikan manfaat kepada jamaahnya dan ketiga, partisipasi jamaahnya tinggi.
Saya menyampaikan tiga kriteria ini setelah muncul penelitian tentang rumah ibadah, baik masjid maupun gereja, di beberapa wilayah di Indonesia.
Dari hasil penelitian, saya melihat ada beberapa masjid yang memiliki aset dan simpanan uang kas sampai puluhan miliar namun manfaatnya tidak dirasakan jamaah dan masyarakat.Yang menikmatinya hanya pengurus dan karyawan masjid.
Masjid-masjid ini jelas tidak dapat dijadikan role model, uswah hasanah, bagi masjid-masjid lain, walaupun masjid tersebut memiliki nilai sejarah yang tinggi, bangunannya megah dengan arsitektur yang indah, berada di tempat yang strategis dan memiliki aset dan pendanaan yang besar. Sebab, masjid-masjid ini tidak ada bedanya dengan museum karena hampir dipastikan minim dari partisipasi jamaah.
Namun, ada beberapa masjid yang dipaparkan oleh para peneliti yang pengelolaan aset dan keuangannya dapat dirasakan manfaatnya oleh jamaah dan masyarakat. Terlebih masjid-masjid ini mempunyai akuntanbilitas dan transparasi keuangannya yang baik sehingga memunculkan kepercayaan (trust) dan partisipasi yang tinggi dari masyarakat dan para donatur.
Inilah masjid-masjid role model. Masjid-masjid seperti ini akan terus diberdayakan, dimakmurkan jamaahnya dan selalu memberdayakan serta memberikan kemakmurkan bagi jamaahnya.
Adakah masjid-masjid yang memiliki partisipasi tinggi dari jamaahnya ini seperti masjid-masjid di tempat tinggal kita, di kantor kita?
Menurut saya, dengan datangnya bulan Ramadhan, maka dapat terlihat dengan kasat mata, apakah masjid kita atau masjid di sekitar kita memiliki kepercayaan dan partisipasi yang tinggi dari masyarakat ?
Pertama, melalui kegiatan Tarhib Ramadhan. Masjid yang diberdayakan oleh masyarakat, memasuki Ramadhan, akan dipercantik fisiknya oleh pengurus tanpa kesulitan pendanaan. Dilakukan pengecatan ulang pada bangunan masjid, karpet, sajadah, atau mukena yang sudah usang diganti atau sound system-nya diperbaiki.
Jika dananya kurang, pengurus melakukan penggalangan dana ke jamaah dan masyarakat sekitar. Jika banyak jamaah dan masyarakat memberikan sumbangan dana, maka itu merupakan bentuk nyata kepercayaan dan partisipasi yang tinggi. Begitu pula sebaliknya.
Kemudian, masjid melakukan pemberdayaan kepada jamaahnya, melalui para pengurusnya, dengan kegiatan tarhib Ramadhan: Memberikan pembekalan kepada jamaahnya tentang fikih seputar Ramadhan, menyosialisasikan awal bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal, dan lain-lain. Jika masjid tidak melakukan kegiatan tarhib Ramadhan, maka masjid tersebut jelas tidak memberdayakan jamaahnya.
Kedua, mengadakan ceramah tarawih sebulan penuh dan kegiatan lainnya. Memang kelihatannya sepele. Tetapi, mengadakan ceramah tarawih membutuhkan dana untuk membayar honor penceramah, apalagi jika ada kegiatan lainnya, seperti semaan Alquran, kajian menjelang berbuka, dan kajian bakda Subuh.
Saya menyaksikan pada tahun yang lalu, ada masjid yang berada di perumahan di kawasan Jakarta utara tidak mampu membayar penceramah tarawih sampai satu bulan penuh karena tingkat kepercayaan jamaah terhadap pengurus rendah. Padahal, penghuni perumahan tersebut mayoritas Muslim dari kelas menengah atas.
Ketiga, mengadakan takjil dan makanan berbuka puasa dengan melibatkan masyarakat. Di Jakarta, banyak masjid, baik masjid yang berada di perkampungan atau di perumahan, meminta kepada pemilik-pemilik rumah yang berdekatan dengan masjid atau jamaah masjid memberikan makan takjil setiap hari selama bulan Ramadhan secara bergiliran.
Untuk makanan berat, seperti nasi dan lauk pauknya, memang tidak semua masjid menyediakannya. Takjil yang melibatkan masyarakat seperti ini menjadi tradisi masjid-masjid, bukan hanya di Jakarta, yang akan terus ada setiap bulan Ramadhan selama tingkat partisipasi jamaah dan masyarakatnya tinggi.
Akhir kalam, sebaik-baiknya tempat adalah masjid dan sebaik-baiknya kepengurusan masjid adalah kepengurusan yang dipimpin oleh Rasulullah SAW selama beliau hidup di dunia ini. Masjid yang beliau bangun dan urus, seperti Masjid Nabawi pada masa beliau, tidaklah seindah masjid-masjid yang ada sekarang. Ia dibangun menggunakan bebatuan, lumpur, batang kurma, dan dedaunan pohon kurma. Namun, tingkat kepercayaan, partisipasi, dan kualitas jamaahnya tidak akan tertandingi sampai akhir zaman.
Jamaahnya bukan hanya bersedia mengeluarkan harta, bahkan nyawa pun dikorbankan. Masjid Nabawi pun menjadi tempat tinggal Ashabus Suffah, yaitu bagian dari kaum Muhajirin yang berkorban meninggalkan kampung halaman, harta kekayaan, binatang ternak, kebun, dan bergabung dengan Rasulullah SAW di Madinah dengan hanya sehelai sepinggang.
Mereka sering menahan lapar dengan mengikat sebuah batu di perut untuk mengurangi rasa perih di perut sampai beberapa hari. Di Masjid Nabawi ini mereka mendapatkan santunan makan dan minum, bukan hanya di bulan Ramadhan. Adakah masjid seperti ini di tengah-tengah kita?
Maka, untuk meningkatkan partisipasi jamaah dan masyarakat dalam memberikan takjil dan makan berbuka puasa kepada jamaah yang kurang mampu dan para musafir, pada bulan Ramadhan 1435H ini, Jakarta Islamic Centre (JIC) mengadakan Gerakan Lima Bungkus Nasi (Gemakusi).
Setiap jamaah dan individu masyarakat dapat berpartisipasi dalam gerakan ini dengan memberikan lima bungkus nasi untuk satu kali berbuka puasa selama bulan Ramadhan, jika lebih satu kali itu lebih baik.
Bagi yang ingin berpartisipasi pada Gemakusi di JIC silahkan hubungi 021-4413069, 085880878417, 081808230395. Gerakan ini dapat Anda lakukan di Masjid Anda. Lakukanlah karena Allah SWT, semoga Allah SWT memberikan limpahan dan keberkahan bagi kita semua di bulan Ramadhan yang suci ini.
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
Kepala Bidang Penelitian dan Pendidikan Jakarta Islamic Centre