Serangan brutal Israel yang dilakukan terusmenerus mengakibatkan berbagai rumah sakit di Jalur Gaza kehabisan persediaan.
Ru mah-rumah sakit di Gaza kewalahan menampung banyaknya korban luka dan meninggal dunia.
"Masalahnya sekarang, kapasitas kami terbatas, baik kapasitas sumber-sumber medis, tempat tidur, maupun kapasitas sumber daya manusia, " kata seorang dokter di unit perawatan intensif Rumah Sakit al-Shifa di Gaza seperti dilaporkan Aljazeera.
Menurutnya, pihaknya sudah mencoba meng atasi masalah dan keterbatasan ini dengan membuat beberapa perluasan di sana-sini. Juga dengan mengevakuasi beberapa kasus ke rumah sakit non pemerintah dan dengan mencoba merujuk beberapa kasus ke negara-negara lain.
Foto:Lefteris Pitarakis/AP
Tidur di rumah sakit Shifa di Kota Gaza, Palestina Beisan Dhahir, Minggu, 20 Juli, 2014.
Namun, upaya ini tampaknya tidak mampu benar-benar mengatasi permasalahan medis di Gaza, mengingat semakin bertambahnya jumlah korban dengan sumber daya yang semakin minim. Ia meminta masyarakat internasional untuk melakukan tindakan yang tepat guna membantu para dokter di Gaza menyelamatkan kehidupan masyarakat di daerah tersebut."Kami sangat perlu mengganti sumber-sumber daya kami yang hilang untuk dapat terus mem berikan layanan kepada pasien," kata dokter tersebut, "Kami perlu dokter, spesialis, dan konsultan."
Dia juga meminta para dokter di seluruh dunia untuk mendukung mereka, dengan kehadiran dan transfer pengalaman mereka kepada para dokter di Palestina. "Dokter kami telah bekerja 25 hari, siang dan malam. Mereka bekerja habishabisan karena perang ini," kata dia.Israel terus menggempur Jalur Gaza sejak 8 Juli lalu.
Mereka juga melakukan serangan darat di wilayah Palestina sejak 17 Juli. Pasukan Israel menargetkan warga sipil serta fasilitas-fasilitas umum, seperti rumah sakit, klinik, ambulans, tempat penampungan pengungsi, masjid, dan sekolah selama 24 hari terakhir. Lebih dari 1.437 warga Palestina sejuah ini telah tewas dan lebih dari 8.000 lainnya luka-luka sejak serangan pertama.
Sementara itu, pembina lembaga sosial kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Joserizal Jurnalis mengatakan kepada Republika(Sabtu, 2/8), bahwa relawan Indonesia yang dikirim MER-C saat ini tetap tinggal dan berlindung di Rumah Sakit Indonesia di Beit Lahiya, di Jalur Gaza. Menurutnya, mereka diinstruksikan untuk tetap berada di sana.
Seperti laporan para relawan kepadanya, kondisi RSI Gaza saat ini relatif tenang. Namun, situasi tetap tidak menentu. Relawan juga menyampaikan bahwa ada pelanggaran rudal Israel masuk ke wilayah Gaza.
Ia juga menambahkan, walaupun dalam posisi gencatan senjata, keadaan tidak menentu. Karenanya, jika dalam kondisi darurat dari serangan Israel, mereka tetap tinggal di RSI Gaza. Sementara jika dalam situasi tenang, mereka kembali pada kegiatan seperti membantu memperbaiki puing-puing yang rusak.
Sebelum bulan Ramadhan, sekitar 19 relawan konstruksi diberangkatkan ke Gaza. Mereka awalnya dibekali uang sebesar 100 ribu dolar AS, yang ditujukan guna menyelesaikan detail-detail rumah sakit. Namun, karena perang terjadi dan semakin brutal, tuturnya, setengah dari dana tersebut dialihkan untuk bantuan kemanusiaan. Karena, menurutnya, saat ini kebutuhan yang mendesak di Jalur Gaza adalah bahan pangan dan obat-obatan.
Untuk menyalurkan bantuan itu, para relawan membeli kebutuhan pokok di Gaza untuk kemudian dibagikan kepada penduduk Palestina. Ia menambahkan, relawannya telah membagikan bahan makanan berupa daging dan juga uang.
Namun, seiring perang yang semakin memanas dan persediaan di Gaza yang semakin menipis, MER-C berencana untuk membeli kebutuhan pokok itu dari Mesir. Jose menuturkan, menurut laporan dari relawan di sana saat ini Rumah Sakit al-Shifa di Gaza City mulai kekurangan kebutuhan, seperti obat-obatan. rep:c73/c92, ed : subroto