JAKARTA — Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis data kasus korupsi yang terjadi selama semester I tahun 2014. Hasilnya, ada tren kenaikan jumlah kasus korupsi yang terjadi di tingkat daerah.
Dari 308 jumlah kasus yang ditangani aparat penegak hukum, pemerintah daerah menjadi instansi yang paling banyak melakukan tindak pidana korupsi, yakni sebesar 97 kasus. Kemudian disusul DPRD sebanyak 21 kasus, Dinas Pekerjaan Umum 20 kasus, kementerian dan Dinas Pendidikan masing-masing sebanyak 19 kasus.
Koordinator Divisi Investigasi ICW Tama S Langkun mengatakan, tren kenaikan kasus korupsi di daerah dilihat berdasarkan sektor, aktor, instansi maupun wilayah penanganan kasus. "(Korupsi) di daerah makin mengkhawatirkan," katanya di kantor ICW, Jakarta, Ahad (17/8).
Ia mengatakan, jumlah kepala daerah yang menjadi tersangka meningkat lebih dari dua kali lipat. Pada semester I tahun 2013 tercatat 11 kepala daerah menjadi tersangka. Sedangkan pada semester I tahun 2014 atau sampai bulan Juni, 25 kepala daerah menjadi tersangka karena tersandung kasus korupsi.
Dalam kurun waktu 2010 sampai semester I tahun 2014, ia mengungkapkan, sekurang-kurangnya ada 182 kepala daerah yang menjadi tersangka. Hal ini menunjukkan bahwa korupsi yang terjadi di daerah tidak bisa dipandang sebelah mata karena menimbulkan kerugian uang negara yang tidak sedikit.
Menurut Tama, banyaknya kasus korupsi yang terjadi di daerah mengharuskan kepolisian dan kejaksaan untuk lebih getol dan proaktif dalam menindak kasus-kasus yang terjadi. Sebab, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan mampu menangani seluruh kasus yang ada.
"Omong kosong kalau semuanya bisa ditangani oleh KPK," ujarnya. Meski, kata Tama, sejauh ini memang KPK menangani kasus yang memiliki potensi kerugian negara yang jauh lebih besar dibanding kepolisian dan kejaksaan.
Menurut Tama, kepolisian dan kejaksaan harus meningkatkan komunikasi dengan media dan kelompok masyarakat sipil di tingkat pusat maupun daerah. Hal itu untuk mendapat informasi terjadinya korupsi dan mengawal perkara-perkara yang ditangani. Dan juga, memublikasikan capaian-capaian kasus korupsi yang sudah ditangani.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat sebanyak 3.169 anggota DPRD terlibat dugaan kasus korupsi. Selain para anggota dewan, dalam pendataan yang dirangkum dari 2005-2014 tersebut, 1.221 PNS di tingkat daerah juga terlibat korupsi.
Untuk korupsi yang dilakukan legislator, Direktur Jenderal (Dirjen) Otda, Kemendagri, Djohermansyah Djohan, menilai hal itu dipicu mahalnya biaya pemilihan umum. Ia mengatakan, kemenangan melalui pemungutan suara membutuhkan dana besar sehingga ada motif untuk mengembalikan modal kampanye saat terpilih.
Ia menyoroti sistem pengawasan yang seharusnya dilakukan partai politik (parpol) terhadap para kader serta pengurusnya yang berada di parlemen. Terlebih lagi, menurutnya, Kemendagri tak memiliki kewenangan mengawasi para anggota dewan di tingkat daerah.
Sedangkan, para PNS di daerah melakukan korupsi karena mencontoh atasan. Djohermansyah mengatakan, kemungkinan besar para PNS melakukan korupsi karena pejabat instansi dan kepala daerah bersikap demikian.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng, mengatakan, desain sistem politik di Indonesia membuat demokrasi menjadi mahal. Akibatnya, para anggota DPRD pun tak segan-segan melakukan korupsi. rep:mas alamil huda/andi mohammad ikhbal ed: fitriyan zamzami
Korupsi Berdasarkan Instansi
Pemerintah Daerah: 97
DPRD: 21
Dinas PU: 20
Dinas Pendidikan: 19
Badan Pemerintahan: 18
Dinas ESDM: 14
BUMN: 13
Korupsi Berdasarkan Wilayah
Kabupaten: 205
Kota: 73
Provinsi: 16
Pusat: 14
Korupsi Berdasarkan Jabatan
Pegawai Pemda/Kementerian: 281
Pegawai Swasta: 125
Kepala Dinas: 57
Anggota DPRD: 50
Pegawai BUMN/BUMD: 34
Kepala Daerah: 25
Sumber: ICW (Tren Korupsi Semester I 2014)