REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Banyak di antara kita yang mencemaskan tentang masa depannya di dunia ini. Hanya sedikit saja yang mengkhawatirkan kehidupan akhiratnya. Bagaimana besok, sukseskah? Lancarkah urusan rezeki atau justru sebaliknya? Tentang karier, pekerjaan, dan hal-hal lain yang menyangkut kehidupan duniawi, semuanya masih berbentuk harapan yang harus diperjuangkan.
Perbuatan syirik dengan meminta tolong paranormal kadang menjadi pilihan sebagian orang untuk mendukung kesuksesan. Bahkan, ada yang ironis, berziarah ke makam hingga berhari-hari waktunya, sementara orang tua yang sudah jompo di rumah ditelantarkan. Sesajen disiapkan sebaik mungkin, sementara orang tua tak dimuliakan.
Sekolah dan universitas terbaik dipilih, walau dengan biaya mahal sekalipun. Semuanya demi masa depan dan "narasi kesuksesan" yang disimbolkan oleh rumah dan mobil mewah, harta melimpah ruah, dan simbol kesuksesan duniawi lainnya.
Apakah kita tahu tentang masa depan? Tentu, tak ada se orang pun yang tahu pasti tentang masa depannya. Peramal terhebat sekalipun hanya bisa menduga-duga dan menyampaikan kebohongan. Untuk itulah Islam menilai syirik bagi mereka yang percaya dengan ramalan. Rasulullah SAW ber sabda, "Barang siapa yang mendatangi tukang ramal, kemudian menanyakan sesuatu dan ia memercayainya, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari." (HR Muslim).
Masa depan merupakan akumulasi hasil dari seluruh tindakan yang terlukis pada deret ukur waktu. Tahapan dari bilangan kehidupan yang telah dicatatkan. Orang saleh akan mencatatkan bilangan kebaikan tiada henti, tiap helaan napasnya. Puncak dari kebaikan adalah harapan sejati, kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Di dunia akan dikenang kebaikannya, di akhirat akan menghuni surga.
Sabda Rasul SAW, "Orang yang cerdik adalah yang selalu menjaga dirinya dan beramal untuk bekal sesudah mati. Sedangkan orang yang kerdil, yaitu orang yang hanya mengikuti nafsunya, tetapi ia mengharapkan berbagai harapan kepada Allah." (HR Tirmidzi). Hasil yang didapatkan berbanding lurus dengan usaha yang dilakukan. Firman-Nya, "Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya. Dan barang sia pa yang mengerjakan keburukan seberat dzarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya,"
(QS al-Zalzalah: 7-8).
Mereka yang malas-malasan, tentu akan mendapatkan buah pahitnya kehidupan. Menangis dan menyesal pun tiada gunanya, jangankan di akhirat, di dunia ini balasan nyata bagi si malas akan terlihat.
Di dunia ini, setiap individu tengah memerankan tugas kehidupan, baik sebagai khalifah maupun hamba Allah SWT. Kepada mereka yang tengah menjalani peran apa pun itu, baik sebagai pejabat, staf, orang kaya, orang miskin, dan yang lainnya, sadari bahwa peran itu adalah kehendak-Nya, begitulah Tuhan meletakkan kuasa-Nya.
Tugas kita adalah bagaimana memerankan peran tersebut sebaik mungkin untuk mendapatkan ridha-Nya semata. Tugas kita adalah berikhtiar semaksimal mungkin agar menjadi yang terbaik dalam setiap peran.
Peran dan fungsi yang berbeda tersebut merupakan bentuk kasih sayang Allah agar roda kehidupan terus berjalan. Maka dari itu, pergunakan peran serta waktu yang dimiliki sebaik mungkin. Di atas semua peran itu, manusia bertakwalah yang paling mulia. Wallahu a'lam.
Oleh Iu Rusliana