Rabu 10 Apr 2013 08:00 WIB
Korut-Korsel Memanas

Korut Minta Warga Asing Tinggalkan Korsel

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menggunakan teropong untuk melihat wilayah Selatan dari pos pengamatan militer di wilayah perbatasan Korut dan Korsel.
Foto: AP
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menggunakan teropong untuk melihat wilayah Selatan dari pos pengamatan militer di wilayah perbatasan Korut dan Korsel.

REPUBLIKA.CO.ID PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) terus mengintensifkan ancamannya. Sehari setelah mengumumkan penutupan kawasan industri bersama di Kaesong, kini mereka meminta kalangan internasional untuk mengevakuasi warga negaranya dari Korea Selatan. 

Pyongyang mengatakan tidak akan menjamin keselamatan warga asing jika serangan militer terjadi. ''Kami (Korut) tidak ingin warga internasional yang berada di Korsel menjadi korban jika peperangan terjadi,'' demikian disampaikan  Komite Perdamaian Asia Pasific Korut seperti dikutip, KCNA, Selasa (9/4).

“Komite menginformasikan kepada semua lembaga asing, perusahaan, dan warga asing termasuk turis untuk dapat mengevakuasi diri mereka dan mencari perlindungan demi keamanan.”

Ini adalah pernyataan yang kedua kalinya dari Pyongyang mengenai evakuasi warga asing.  Sebelumnya, Sabtu (6/4) pekan lalu, pernyataan yang sama juga disiarkan secara resmi. Korut mengimbau kepada warga asing di Pyongyang untuk keluar, namun imbauan itu tak dihiraukan. 

Para analis menganggap ancaman serangan Korut terhadap Korsel sepertinya hanya retorika. Karena, hingga saat ini belum ada tanda-tanda tentara Korut mempersiapkan diri mereka. Situasi di Pyongyang pun masih tenang. “Semuanya tenang di kota,” ujar Chu Kang Jing, warga Pyongyang.

Korsel memang telah melaporkan adanya pergerakan misil di pantai timur Korut. Namun, belum ada sinyal itu diluncurkan buat menghancurkan Seoul.

Juri bicara presiden Korea Selatan seperti dikutip kantor berita Yonhap, menilai ancaman Korut itu tidak akan berguna. “Ancaman itu hanya perang psikologis,” kata Kim Haing, Selasa (9/4).  

Sikap Korut yang mengumbar ancaman dikecam kalangan internasional. Rusia mengatakan, Selasa (9/4), negara-negara G-8 menolak sikap provokatif Pyongyang. Mereka juga mendesak agar digelarnya dialog untuk meredakan ketegangan. 

“Kami sama dengan mereka menolak langkah Korut,” ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Alexander Lukashevich sebelum pertemuan menteri luar negeri G-8 di London pada 10 dan 11 April.

Korut menggencarkan ancamannya sejak bulan lalu setelah negara itu disanksi oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB). Sanksi diberikan setelah Korut menggelar uji coba nuklir Februari 2013. 

Pemimpin Tertinggi Korut Kim Jong-un menyatakan negaranya dalam kondisi perang.  Pyongyang juga kesal dengan Korsel dan AS yang menggelar latihan militer di Semenanjung Korea.

Korsel menyatakan militernya siap dengan ancaman dari Korut. Bahkan, Presiden Korsel Park Geun-hye meminta agar militernya membalas dengan balasan yang sepadan.

New York Times melansir, status siaga perang juga dilakukan di Pangkalan Militer AS di Okinawa. Di perairan Jepang ini sedikitnya terdapat 50 ribu personel aktif serdadu perang AS.

Menteri Sekretaris Negara Jepang Yoshihide Suga menyatakan kesiapan militer negaranya untuk membantu para sekutunya di Semenanjung Korea.

Keberpihakan Jepang dibuktikan dengan menyiagakan sistem antirudal di beberapa titik teritorial Jepang. CNN melaporkan, dua interseptor antirudal disiapkan di Kota Asaka dan Narashino, Selasa (9/4).

Di kawasan industri bersama Kaesong, juru bicara perusahan tekstil Taekwang mengatakan pekerja asal Korut tidak datang bekerja. Akibatnya produksi terhenti. Sebelumnya Korut mengumumkan telah menarik pekerjanya dari Kaesong.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan, belum ada langkah darurat apa pun untuk mengavakuasi warga negara Indonesia di kedua negara. ''Situasinya masih sama dari sebelumnya. Belum ada evakuasi,'' kata Michael Tene, saat dihubungi Selasa (9/4).

Kemenlu mencatat sekitar 30 WNI berada di Pyongyang. Jumlah tersebut adalah staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di ibu kota Korut tersebut. Sedangkan di Korsel, tercatat tidak kurang dari 30 ribu WNI. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja dan mahasiswa. n ap/reuters/bambang noroyono

 ed: teguh firmansyah

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement