REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah menjalani pemeriksaan selama 12 jam di Polda Metro Jaya dari Rabu (16/10) pagi sampai jelang tengah malam, auditor utama Badan Pemeriksa Keuangan Gatot Supiartono resmi menjadi tersangka dalam kasus pembunuhan terhadap Holly Angela Hayu (37) di Apartemen Kalibata City pada Senin (30/9) dua pekan lalu. Gatot tak hanya menghadapi jeratan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman mati, tapi juga diberhentikan sementara dari jabatannya selama proses penyidikan kepolisian.
''Pemberhentian sementara itu untuk memberikan kebebasan dia mengikuti proses hukumnya tanpa ada beban tugas dari BPK,'' kata auditor utama Keuangan Negara BPK VI Saprudin Mosi saat ditemui seusai serah terima jabatan kepala BPK Perwakilan RI di Seminyak, Kuta, Bali, Kamis (17/10). Selain itu, BPK juga melakukan pemeriksaan internal terhadap Gatot untuk menghindari adanya penyalahgunaan anggaran yang dilakukannya selama bertugas di BPK. Menurut Saprudin, jika nantinya Gatot Supiartono dinyatakan bersalah, BPK akan memberikan sanksi tegas berupa pemecatan.
Polisi menaikkan status Gatot dari saksi menjadi tersangka setelah memeriksa dua tersangka yang sudah ditahan, yaitu Surya Hakim dan Abdul Latif. Surya merupakan sopir lepas yang sering mengantar Gatot dengan mobil Suzuki APV ke Apartemen Kalibata City untuk menemui Holly. Dia sekaligus komandan dalam misi pembunuhan terhadap Holly. Dua tersangka lain yaitu PG dan R masih diburu polisi. Satu pelaku lain yatu Elriski Yudhistira tewas setelah terjatuh dari balkon apartemen Holly di lantai sembilan Tower Ebony saat hendak melarikan diri. Elriski dan R merupakan eksekutor pembunuhan.
Menurut Sekretaris BPK Hendar Ristiawan, jika diberhentikan secara sementara oleh BPK, maka sesuai PP Nomor 4 tahun 1996 Gatot hanya akan menerima 50 persen dari gaji pokok. ''Gaji pokok Gatot sekitar Rp 4 juta, berarti Rp 2 juta yang akan diberikan ke keluarga,'' kata Hendar di kantor BPK, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Gaji tersebut tidak termasuk tunjangan Gatot. Dalam artian, BPK hanya memberikan setengah gaji pokok tanpa tunjangan. Sebagai pejabat eselon satu, gaji dan tunjangan yang bisa dibawa pulang Gatot setiap bulan bisa mencapai Rp 41 juta. Terkait Surya, Hendar menyatakan tidak mengenalnya. Gatot memiliki sopir pribadi dari BPK yang bernama Andi Syahputra.
Selain penurunan gaji, Gatot juga terancam turun pangkat karena telah berpoligami dengan menikahi Holly sebagai istri muda tanpa izin atasan. Hendar mengatakan, mengacu pada aturan kedisiplinan pegawai negeri sipil dalam PP Nomor 10 tahun 1983, seorang PNS yang berpoligami tanpa memberitahu pada kedinasannya bisa terkena sanksi penurunan pangkat. ''Kalau berpoligami tanpa memberitahu ke dinas, sanksi yang dikenakan ialah penurunan pangkat,'' ujar Hendar.
Hendar juga mengakui bahwa Gatot pernah mengaudit sejumlah instansi, seperti Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian dan TNI. Namun, dia menegaskan, pekerjaan Gatot tidak ada kaitannya dengan kasus yang sekarang ini sedang menimpanya. Hendar mengenal sang auditor senior sebagai orang yang memiliki kinerja baik dan baik pula dalam hal komunikasi dengan bawahan. ''Polisi juga sudah menjelaskan bahwa kasus ini murni pribadi,'' kata dia.
Sementara itu, pengacara Gatot, Alfian Bondjol, mengakui kliennya memang menikahi Holly secara siri. ''Iya, Gatot dan Holly pernah menikah secara agama,'' kata Alfian di Polda Metro Jaya. Dia tak menyebutkan waktu dan lokasi pernikahan siri Gatot dengan perempuan asal Semarang yang bernama asli Niken Hayu Winanti itu.
Alfian juga membantah Gatot berperan menyuruh para tersangka merekayasa pembunuhan Holly. Dia bahkan menuturkan bahwa ketika peristiwa pembunuhan itu terjadi, Gatot sedang menjalankan tugas di Australia. Setelah mendengar adanya pembunuhan, Gatot langsung meminta izin untuk pulang lebih awal kepada atasannya. ''Dia minta izin dan langsung meminta cuti. Jadi, tidak benar Pak Gatot menyuruh dan terlibat. Itu saya bantah dengan tegas,'' kata Alfian. n c91/antara ed: rahmad budi harto
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.