Senin 10 Feb 2014 13:08 WIB

Kematian Mendadak Unggas yang Jadi Trauma

Petugas tengah memeriksa unggas yang mati.
Foto: Antara
Petugas tengah memeriksa unggas yang mati.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Laeny Sulistyawati

Sepekan terakhir, menjadi pekan kekurangberuntungan bagi peternak burung puyuh di Desa Pakis, Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Penyebabnya, ribuan puyuh yang dipelihara peternak mati mendadak.

Sujak, salah satu peternak puyuh, mengaku telah melaporkan kematian mendadak ribuan peliharaannya itu ke dinas peternakan setempat. Namun, dia mengatakan, sejauh ini belum ada tindakan. "Total jumlah burung puyuh milik peternak yang mati mencapai lebih dari 1.500 ekor," kata Sujak, Jumat (7/2).

Sujak tak sendiri. Wawan, peternak lain di desa yang sama, juga bernasib serupa. Ratusan puyuhnya mati tanpa sebab yang jelas hanya dalam kurun seminggu. Kematian ternaknya pun memiliki ciri yang hampir sama: kepala hingga tubuh unggas membiru. "Kondisinya seperti itu, entah apa penyakitnya. Kami menduga sejenis flu burung," kata Wawan.

Pencegahan dini agar kematian hewan jenis unggas itu tak meluas, kata Wawan, sudah dilakukan. Namun, pengobatan itu sejauh ini nihil hasil. Puyuh hasil pembiakan mereka tetap mati dengan ciri yang seragam.

Pada Kamis lalu, Dinas Peternakan Kabupaten Gianyar, Bali, memastikan ratusan unggas yang mati dalam lima hari terakhir negatif dari virus flu burung. Ratusan itik di Desa Lebih, Kecamatan Gianyar, mati mendadak. Berselang sehari, peristiwa itu juga terjadi di Banjar Akta, Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati.

"Kami mengambil sampel darah unggas biar tidak berandai-andai membuat kesimpulan, dan hasilnya negatif flu burung," kata Kepala Disnak Kabupaten Gianyar, I Made Raka. I Nyoman Runta (63 tahun), peternak itik asal Desa Lebih, sebelumnya melaporkan kematian ratusan itiknya sejak lima hari terakhir.

Awalnya, itik peliharaanya sakit dan matanya buta. Namun, dari 456 itik yang dia pelihara, sudah 127 ekor yang mati tanpa sebab, sisanya dalam kondisi sakit. Runta menduga itiknya mati karena terinfeksi virus flu burung, seperti pada 2009 ketika ratusan itiknya juga mati mendadak.

Selasa pekan lalu, Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut, Jawa Barat, merilis data kematian mendadak ratusan hewan jenis unggas di Kecamatan Banyuresmi, Lewuigoong, dan Selaawi. Menurut Kepala Seksi Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan drh Dyah Savitri, kematian unggas itu masih diteliti penyebabnya.

Dugaan sementara penyebab kematian unggas milik warga Desa Cigawir, Kecamatan Selaawi, itu karena faktor cuaca yang basah selama musim hujan, bukan flu burung. Kematian ratusan unggas yang kebanyakan jenis itik di tiga kecamatan itu merupakan akumulasi yang dilaporkan warga sejak Desember 2013 sampai Januari 2014. Warga, katanya, terlambat melaporkan temuan ternak unggas yang mati mendadak dengan jumlah banyak kepada petugas dinas terkait.

Ketua Avian Influenza Zoonosis Research Center (AIRC) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, Dr CA Nidom khawatir kasus kematian mendadak unggas itu akibat flu burung. Kasus matinya bebek yang mengemuka saat ini, katanya, merupakan akumulasi dari kematian bebek pada akhir Januari 2014. Namun, karena virus itu kurang mendapat penanganan, angka kematian bebek semakin banyak hingga ribuan ekor.

"Padahal, virus flu burung pada 2009 lalu masih belum mati. Kemudian, muncul lagi virus baru yang kini menyerang bebek,” katanya, Ahad (9/2). Semakin lambat penanganan virus flu burung, semakin kompleks kasusnya.

Dia mengkhawatirkan, virus baru yang muncul merupakan perkawinan dari virus lama dan menyerang unggas yang berakibat kematian beberapa waktu terakhir ini. "Saya khawatir, jika virus flu burung ini dibiarkan dan penanganannya tidak terkendali dapat membahayakan manusia karena meloncat ke tubuh manusia,” kata Nidom.

Kematian di Cina

Peternak pantas khawatir dengan kematian unggas mereka dalam jumlah ratusan hingga ribuan dalam waktu singkat akibat terserang virus flu burung. Apalagi, penyebaran virus ini memang belum berakhir.

BBC melaporkan, seorang perempuan berusia 73 tahun asal Kota Nanchang, Cina, tewas akibat virus flu burung varian H10N8. Perempuan tersebut diketahui sempat mengunjungi pasar unggas hidup, namun belum bisa dipastikan apakah sumber infeksinya berasal dari pasar tersebut.

Dr Mingbin Liu dari Pusat Kontrol dan Pencegahan Penyakit Kota Nanchang mengatakan, kasus kedua H10N8 teridentifikasi di Provinsi Jiangxi pada 26 Januari 2014. "Kasus ini menarik perhatian karena mengungkap bagaimana virus H10N8 melanjutkan sirkulasinya dan kemungkinan menimbulkan infeksi ke manusia pada masa mendatang," kata Mingbin.

Para ilmuwan yang mempelajari virus varian baru H10N8 mengatakan, kemungkinan virus ini bisa mereplikasi dalam diri manusia karena memiliki kesamaan karakteristik genetis. Yang dikhawatirkan, virus itu pada akhirnya bisa menyebar antarmanusia. Namun, ilmuwan menegaskan, hingga kini kasus tersebut belum terbukti.

Di Hanoi, Vietnam, dua orang dilaporkan tewas karena terjangkit virus flu burung jenis H5N1. Situs lokal Lao Dong, mengutip Kementerian Kesehatan pada Kamis lalu, mengungkapkan, korban tewas adalah wanita berusia 60 tahun. Dia dirawat di rumah sakit pada 27 Januari karena gejala sesak napas serius dan meninggal sehari kemudian. Hasil tes menunjukkan, korban positif terinfeksi virus H5N1.

The Star, koran asal Malaysia, melaporkan, tujuh orang dirawat karena H1N1 di Rumah Sakit Perempuan dan Anak Likas. Mengutip Direktur Rumah Sakit Tan Bee Hwai, lima anak dan dua pengasuh dewasa telah diuji dan dinyatakan positif flu burung. Seluruh bangsal di rumah sakit yang berjarak 10 kilometer dari pusat Kota Kinabalu itu telah dikarantina, termasuk pasien, perawat, dan staf.n antara ed: nur hasan murtiaji

Informasi dan berita lainnya silakan dibaca di Republika, terimakasih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement