REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maskapai penerbangan Lion Grup menggandeng Airbus dalam Perjanjian Layanan Pusat Pelatihan (Training Centre Services Agreement). Kerja sama ini dalam rangka mengembangkan program pelatihan penerbangan dengan standar Airbus dan Badan Keselamatan Penerbangan Eropa (EASA).
“Ini merupakan langkah investasi besar dalam pelatihan berstandar internasional di Indonesia,” kata Direktur Utama Lion Grup Rusdi Kirana di Jakarta, Senin (17/3).
Ia menyebutkan, nilai investasi yang ditanam dalam bisnis pelatihan ini senilai 200 hingga 250 juta dolar AS. Investasi salah satunya berwujud 21 simulator. Pemesananan empat simulator berjenis A320 rencananya akan dikirimkan pada akhir bulan ini.
Sedangkan, Airbus sepakat untuk menempatkan personelnya di pusat pelatihan simulator Angkasa Aviation Academy. “Hingga saat ini, Lion Grup menjadi pelanggan terbesar Airbus,” ujarnya.
Lion Grup juga berencana menambah jumlah maskapai mencapai 700 pesawat hingga 2027 mendatang. Hingga Maret 2013, Lion Grup memesan 234 pesawat Airbus dan tercatat sebagai pemesanan tunggal. Airbus pertama akan datang pada Juli mendatang dan dioperasikan melalui Batik Air. Sedangkan, sisanya memesan pesawat berjenis ATR dan Boeing. Saat ini, Lion sudah memiliki 12 pesawat kelas bisnis dan 138 kelas ekonomi. Sampai akhir tahun lalu, Lion telah melayani 140 jam terbang dalam sehari.
Senior Vice President Customer Services Airbus Didier Lux mengatakan, untuk mendapatkan sertifikat EASA, memang tidak mudah. Harus mengikuti step by step yang dilakukan berdasarkan persyaratan. Namun, bukan berarti membutuhkan waktu lama. Tidak ada patokan waktu dalam hal tersebut. “Sertifikat bisa didapatkan as soon as possible (secepatnya),” kata Lux.
Pihak Airbus sangat berterima kasih telah diberikan kepercayaan penuh dalam jasa pelatihan. Hal ini akan membawa pengetahuan dan teknologi keahlian pelatihan ke Indonesia dengan baik.
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI Herry Bhakti menyambut baik langkah yang diambil Lion Grup. Terutama, dalam menghadapi open air pada 2015 mendatang. “(Kami senang) pilot dari luar negeri bisa melakukan pendidikan di Indonesia. Standar internasional sudah sepatutnya dimiliki pilot Indonesia,” ujarnya.
Kebutuhan pilot per tahun secara total mencapai 800 orang. Lion Grup menghasilkan 100 pilot per tahunnya. “Dari Lion saja sudah lumayan besar kontribusinya,” kata Herry.
Indonesia saat ini memiliki 22 sekolah penerbangan, baik yang dimiliki pemerintah atau swasta. “Dengan demikian, diharapkan bisa menutupi kebutuhan pilot dan siap bersaing dengan pilot dari bangsa luar,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Rudi Kirana mengatakan bahwa Lion Grup berencana merambah pasar luar dengan mengeluarkan Australia Batik di Australia. “Rencananya, tahun depan bisa buka di sana,” katanya. Australia berpeluang besar karena konsumen berani membayar tiket full service. N nora azizah ed: irwan kelana
Informasi dan berita lain selenngkapnya silakan dibaca di Republika, terimakasih.