Gaza masih membara. Hingga Senin (4/8) Korban jiwa rakyat sipil Palestina di Gaza telah mencapai lebih dari 1.800 orang dan 8.500 lebih mengalami luka-luka (republika.co.id). Fasilitas umum, pendidikan, masjid, dan layanan kesehatan ikut hancur. Dunia pun mengecam tindakan brutal tersebut.
Apa yang terjadi di Jalur Gaza bukan sebatas perselisihan dan ketegangan antarnegara, tetapi telah berubah menjadi pembantaian dan kejahatan kemanusiaan dunia. Sebab, serangan itu tak lagi pandang bulu. Anak dan perempuan serta masyarakat sipil yang tak berdosa dan tak berdaya yang seharusnya masuk dalam perlindungan, semuanya menjadi sasaran penyerangan.
Dalam rentang sejarah, Israel bukan semata tentang negara, tetapi juga tentang barbarisme. Mereka tak pernah berhenti mengusik ketenteraman dan kedamaian Palestina. Dan, Gaza adalah kota yang akrab dengan peperangan. Israel, dengan berbagai dalih, selalu berusaha memasukkan Gaza dalam peta negerinya dengan berbagai cara. Lobi politik internasional, membangun opini negatif tentang Gaza di kancah internasional hingga penyerangan yang membabi-buta dan brutal.
Kini, Israel melanjutkan keangkuhannya dengan terus membombardir Gaza. Peristiwa dan tragedi Gaza ini selayaknya menjadi perenungan kita tentang solidaritas, kemanusiaan, dan perdamaian. Bagaimana kita sebagai sesama umat manusia menyikapi tragedi kemanusiaan ini?
Ada beberapa langkah yang dapat kita lakukan sebagai wujud solidaritas terhadap tragedi Gaza. Pertama, mendorong pemerintah untuk terus melakukan langkah-langkah nyata dalam menghentikan agresi Israel dan membantu rakyat Palestina di Gaza untuk mendapatkan fasilitas kemanusiaan.
Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) telah mengeluarkan pernyataan kecaman terhadap tindakan Israel. Ini merupakan langkah awal yang positif untuk mendorong negara-negara lain bersikap serupa.
Tetapi, kecaman atas agresi Israel saja tidak cukup. Pemerintah RI harus menyusun peta dan langkah perdamaian di Palestina. Ini tidak mudah. Tetapi, dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia mampu menjadi inisiator untuk membuat langkah penyelamatan Gaza.
Diplomasi internasional harus terus diupayakan. Tekanan kepada negara-negara berpengaruh untuk mengambil sikap nyata juga perlu digalang. Pemerintah Indonesia juga dapat menggerakkan negara-negara yang memiliki kepedulian yang sama untuk mengucilkan Israel dari pergaulan internasional. Tindakan ini merupakan sikap yang sepadan atas perilaku Israel yang tak mengindahkan seruan dunia internasional untuk melakukan langkah perdamaian.
Pemerintah juga harus proaktif mendesak Dewan Keamanan PBB untuk membuat langkah dan keputusan yang dapat menghentikan serangan Israel. Sebab, Dewan Keamanan PBB yang memiliki otoritas dan tanggung jawab untuk perdamaian dunia selama ini masih pasif dan diam.
Kedua, penggalangan gerakan bantuan kemanusiaan, baik berupa dana, obat-obatan, logistik, dan lain sebagainya harus terus diupayakan. Di sinilah, kita, semua komponen bangsa, dapat berpartisipasi. Telah banyak lembaga maupun komunitas yang dengan sukarela berusaha menginisiasi pangumpulan bantuan.
Bagi kita yang memungkinkan dan memiliki kemampuan untuk membantu dengan jalan tersebut, maka yang terbaik adalah dengan menyalurkan bantuan tersebut. Mesir telah menyuplai stok listrik ke Gaza, Iran telah mengirimkan bantuan kesehatan. Maka, Indonesia juga harus terus menggalang dan menyalurkan bantuan ini dengan difasilitasi negara agar suplai bantuan terkoordinir dan tepat sasaran.
Ketiga, dengan kekuatan doa. Jangan pernah menganggap remeh doa. Sebab, doa adalah buah dari keyakinan. Keimanan tentang Tuhan yang Mahakuasa, Allah SWT, dan keyakinan bahwa kebenaran harus disuarakan, meskipun terdengar lirih mewujud dalam doa. Hingga Nabi pun bertutur bahwa doa adalah senjata bagi kaum beriman (ad-du'a silah al-mu'min).
Keyakinan kita bahwa rakyat Gaza sedang dizalimi dan Israel tengah melakukan kejahatan kemanusiaan di muka bumi ini haruslah mewujud dalam doa yang tulus untuk kedamaian di Gaza. Kalau kita menampik kekerasan dan kemungkaran, setidaknya diimplementasikan dalam doa. Sebab, selemah-lemah iman (adh'af al-iman) adalah penolakan terhadap kemungkaran, meski dalam lirihnya batin. Doa adalah suntikan motivasi bagi saudara-saudara kita yang tengah berjuang mempertahankan hidup mereka di Jalur Gaza. Pembiaran kita, bahkan keengganan untuk mendoakan, adalah bentuk pemakluman terhadap kejahatan kemanusiaan Israel di Gaza.
Perjuangan memang tak pernah memastikan penutup yang bahagia (happy ending) bagi semua orang. Tetapi, setidaknya dengan keyakinan, solidaritas, dan keterlibatan kita untuk Gaza, ada secercah harapan untuk ketenteraman di Gaza dan perdamaian di Palestina.
Ahmad Munir
Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Gunung Kidul, Pengajar di PP Nurul Ummah Yogyakarta