Jumat 04 Jul 2014 16:00 WIB

Ada Petualang Asing yang Ingin Adu Domba

Red:

Pemilihan presiden (pilpres) 2014 di Indonesia menjadi daya tarik sendiri bagi dunia internasional. Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, wajar Indonesia diperhatikan ketika melangsungkan hajatan pemilihan pemimpinnya.

Berbagai media asing pun turut mengikuti perkembangan tahap pemilihan setiap hari. Bagaimana dunia memandang dan sejauh mana mereka terlibat di dalamnya? Mantan duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal ikut angkat bicara terkait hal ini. Berikut petikan wawancara Republika dengan Dino, Kamis (3/7), selengkapnya:

Sebagai mantan duta besar Indonesia di AS, bagaimana Anda melihat sorotan negara-negara asing pada pilpres kali ini?

Perhatian dunia sangat besar terhadap Indonesia. Itu wajar karena kita negara demokrasi besar yang memang tumbuh bagus dan menarik perhatian dunia. Indonesia merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Setiap pemilihan presiden di negara demokrasi pasti ada perhatian dunia yang tertuju ke sana. Itu juga yang terjadi di Brasil, India, dan juga Indonesia. Tapi, memang ada yang di luar batas kewajaran. Ada petualang-petualang asing yang masuk ke kehidupan politik kita dan ingin mengadu domba kita.

Siapa petualang-petualang asing yang Anda maksud?

Saya sebut saja Allan Nairn. Dia mengklaim dirinya jurnalis investigatif tetapi dia tak lebih dari orang yang hanya ingin mencari sensasi. Sejak saya masuk pertama di Deplu (Departemen Luar Negeri) tahun 1987, orang ini track record-nya selalu menjelek-jelekkan Indonesia. Dia selalu mendukung gerakan separatis. Mulai Timor Timur, di Aceh, dan lain-lain. Tulisannya sangat anti-Indonesia dan itu hanya digunakan menjadi komoditas politik bagi dia sendiri.

Dia memang sensasional sejak dulu dengan masuk ke ruang politik kita dan mengadu kelompok sana dan sini. Semua diplomat tahu siapa dia. Kita harus menjaga kedaulatan politik kita, jangan sampai kita termakan dengan politik seperti ini. Dia sejak dulu selalu mencari peluang untuk memecah belah Indonesia dan yang paling 'berhasil' memang hari ini. Saya tidak sedang membela salah satu capres, saya netral tapi punya prinsip.

Apakah perhatian negara asing di pilpres kali ini paling ramai dibanding pilpres sebelumnya?

Tidak juga. Yang paling ramai dan paling besar perhatian dunia itu pada pilpres tahun 1999. 2004 menurun, 2009 lebih turun lagi karena mungkin sudah tahu dan percaya dengan sistem pemilihan kita. Tapi, tahun ini perhatian dunia relatif meningkat tapi tidak sebesar 1999. Kalau 2004, 2009 biasa saja. Mungkin dunia ingin lebih tahu karena ini era baru.

Apa nuansa yang Anda tangkap dari perhatian negara asing ke Indonesia menjelang 9 Juli?

Indonesia sekarang dipandang dunia sebagai negara yang kuat. Indonesia merupakan negara berkembang yang paling berpengaruh dan saat ini menjadi pemain global yang ikut menentukan. Yang saya tangkap dari pembahasan bersama negara-negara ASEAN dan negara berkembang, mereka menginginkan Indonesia terus tumbuh dengan baik secara politik dan ekonomi.

Makanya, kita melihat perhatian internasional ini sebagai harapan dan pertanda baik. Dan ini bisa jadi aset pemerintah ke depan. Siapa pun yang menang, faktor dunia internasional saat ini lebih menguntungkan Indonesia dibanding sebelum-sebelumnya. Ini modal berharga bagi pemerintah ke depan.

Banyak media luar negeri yang menyoroti isu pelanggaran HAM yang ditujukan ke Prabowo. Apakah kepentingan mereka untuk mengangkat isu HAM ini?

Saya pikir isu itu memang sudah lama. Saya kira itu tantangan kubu Prabowo apakah mereka bisa menampilkan profil bahwa mereka mempunyai konsep Indonesia masa depan dan bukan masa lalu. Prabowo saya lihat baik dalam menampilkan citra ke depan. Kalau masalah image atau penilaian dunia internasional terhadap individu tokoh selalu berubah-ubah. Penilaian itu dari langkah dan ucapannya, artinya penilaian terus berkesinambungan.

Apakah mungkin intelijen asing ikut 'terlibat' dalam pilpres kali ini?

Wah kalau itu saya tidak tahu. Yang jelas sejauh ini pemerintah asing cenderung di luar sebagai observer dan bukan masuk politik praktis. Kalau politik praktis kan berarti ikut campur. Saya pernah berbincang dengan duta besar Amerika, ia bilang pilpres adalah urusan rakyat Indonesia. Dan mereka siap akan bekerja sama dengan siapa pun pemenangnya. Artinya, ini saya melihat tidak ada ikut campur di sini. Sebab, kalau seperti itu biasanya intelijennya seperti itu juga.

Sejauh ini reaksi apa yang bisa Anda tangkap dari rekan-rekan sesama diplomat atau mantan diplomat terhadap Pilpres 2014?

Mereka tertarik sekali. Mereka berharap Indonesia terus stabil dan maju. Terus terjaga stabilitas ekonomi dan politiknya. Kita banyak dikagumi negara lain. Mereka justru khawatir Indonesia nggak stabil. Dunia Islam memandang Indonesia sebagai teladan, terutama perkembangan demokrasinya. Itu tecermin dalam pembicaraan saya dengan teman-teman sesama diplomat.

Apa yang Anda ingin sampaikan kepada seluruh elemen agar pilpres berjalan dengan aman dan demokratis?

Pilpres ini tidak hanya wahana untuk menentukan pemimpin masa depan Indonesia, tetapi ujian terhadap integritas demokrasi di Indonesia. Kedua kubu harus menunjukkan politik yang sehat. Media harus menunjukkan kebebasan pers yang mereka tuntut selama ini menjadi lebih berarti sebagai lembaga pengontrol.

Kalaupun mendukung salah satu pasangan jangan sampai mengorbankan integritas jurnalisme. Etika jurnalisme harus dipegang. Ada dimensi lain yang lebih penting selain menang dan kalah. Bagi rakyat, kita harus menentukan pilihan secara jernih dan sehat calon pemimpin kita.rep:c30 ed: muhammad fakhruddin

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement