Kamis 19 Jun 2014 14:00 WIB
sudut pandang

Korupsi Masih (akan) Terus Terjadi

Red:

Korupsi di Indonesia dikenal sudah tidak pandang bulu. Apa pun proyeknya, kalau uang negara masih bisa dikorup, sikat semua.

Mau itu proyek untuk pembangunan infrastruktur daerah di Kemenakertrans, proyek olahraga SEA Games dan pembangunan komplek Hambalang di Kemenpora, proyek pendidikan di Kemendikbud, proyek simulator SIM di Korlantas Polri. Bahkan, proyek yang berkaitan dengan ibadah pun masih bisa dikorupsi, seperti korupsi pengadaan Alquran dan haji di Kemenag.

Terbaru, proyek untuk pembangunan tanggul laut di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. Padahal, yang terakhir ini proyeknya belum berjalan dan masih sebatas niat. Namun, di tingkat niat pun sudah dikorup melalui dugaan pemberian suap kepada Bupati Biak.

Inilah masyarakat korupsi di Indonesia. Sadis, buas, dan berdarah dingin. Tak peduli itu untuk orang miskin di daerah tertinggal di Biak. Mereka membutuhkan tanggul untuk menghindari bencana yang datang dari laut. Bisa abrasi, mungkin juga bisa untuk menghalau gelombang tsunami.

Modus korupsi yang dilakukan sebenarnya biasa saja dan tergolong primitif. Tersangka penyuap yang merupakan pengusaha yang kerap mengerjakan proyek-proyek di Kementerian PDT memberikan suap kepada pejabat daerah di Biak untuk melancarkan proyek tersebut atau sekadar salam perkenalan sebelum proyek ini berjalan. Yang jelas, ketika proyek ini nanti sudah berjalan, mereka masing-masing akan mendapatkan keuntungannya. Pihak Kementerian PDT dan pengusaha bermain harga dan cenderung melakukan penggelembungan biaya, sedangkan bupati mendapatkan fee.

Modusnya sangat biasa dan cara seperti ini sudah kerap diungkap oleh KPK. Pengusaha atau pihak swasta menyuap pejabat negara untuk mendapat proyek dan memberikan fee kepada pejabat daerah untuk melicinkan proyeknya. Tapi, inilah masyarakat korupsi di Indonesia, selama tak ketahuan dan ada peluang, sikat semua harta negara.

Apalagi, hukumannya tak banyak-banyak amat. Paling-paling hanya dihukum dua sampai lima tahun. Kecuali penegak hukum, masih terbilang sedikit koruptor yang ditangani KPK yang mendapat hukuman tinggi.

Kalaupun sudah dipenjara, itu sudah bukan urusan KPK lagi yang selalu diawasi oleh media. Mereka menjadi warga binaan di lembaga pemasyarakatan yang sudah sepi dari pemberitaan.

Akhirnya, mereka kembali bisa melakukan aksinya dengan mendapatkan fasilitas-fasilitas yang berbeda dari warga binaan lainnya. Tentu saja, mereka menyogok oknum-oknum yang duitnya berasal dari uang korupsi kasusnya terdahulu yang masih untung ketimbang hukumannya.

Sudah seharusnya Indonesia menerapkan hukuman yang lebih berat dari yang ada saat ini bagi koruptor. Kalau belum berani menghukum mati, bisa hukuman seumur hidup atau memiskinkan dan mencabut hak-haknya sebagai warga negara bagi para koruptor.

Kalau tidak seperti ini, penegakan hukum atas kasus korupsi akan terus berputar di situ-situ saja. Para koruptor yang belum ketahuan pun akan semakin berani. Jika hal ini dibiarkan, sangat berbahaya.

Dampaknya adalah saat proyek itu sudah dikorupsi, hasil pengerjaan proyek tersebut berkualitas buruk. Lihat saja yang kita temukan sehari-hari, jembatan roboh, jalan rusak, gedung-gedung sekolah yang baru dibangun sudah retak-retak. Yang paling rugi adalah masyarakat, sedangkan yang mengambil keuntungan dari proyek ini adalah para pejabat dan pihak terkait yang bermain.

Oleh Muhammad Hafil

twitter@hafil_sjahrazad

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement