JAKARTA -- Sejak awal berdiri, BTPN Syariah memang memproklamasikan diri sebagai bank yang fokus ke "bawah". Dalam artian, BTPN Syariah ke depan memiliki basis bisnis di antara masyarakat berpenghasilan rendah dan prasejahtera.
Meski mengejar target masyarakat prasejahtera, bukan berarti BTPN Syariah mengabaikan teknologi. Bahkan, menurut Direktur Utama BTPN Syariah Harry AS Sukadis, perseroan akan mengembangkan branchless banking dengan sokongan induk.
Ia menilai, branchless banking (layanan keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang bank) sangat baik untuk melayani nasabah hingga ke level paling bawah.
Foto:ERIC IRENG/ANTARA
Sejumlah karyawan melakukan pelayanan pencucian emas milik nasabah secara gratis di kantor BTPN Syariah Indrapura, Surabaya, Jumat (18/3).
Untuk saat ini, perseroan masih dalam upaya pengembangan branchless banking dan kemungkinan ekspansi dilakukan pada 2015. ''Bicara soal canggih, kami harus karena mengejar masyarakat di daerah-daerah,'' tutur dia kepada Republika, pekan lalu.
Ia pun sadar, pengembangan branchless banking membutuhkan investasi yang besar. Hanya saja, biaya operasional akan semakin menurun karena angkanya tak bertambah. Hal lainnya yang menjadi tantangan adalah sosialisasi, baik kepada masyarakat maupun petugas pendampingan.
Karena, tak mudah bagi masyarakat di daerah yang biasa langsung didatangi, kemudian menggunakan layanan tersebut. Begitu juga dengan petugas pendamping, perlu ada pelatihan dalam melakukan sosialisasi. ''Bagi masyarakat di tingkat tertentu, ternyata keberadaan uang masih begitu penting,'' ucap dia.
Hanya saja, BTPN Syariah patut bernapas lega karena dalam menjalankan sistem akan mendapat sokongan induk, Bank Tabungan Pensiunan Negara (BTPN) Tbk. Untuk saat ini pun, BTPN Syariah mendapat sokongan dalam layanan syariah atau leveraging. Sehingga, tak butuh banyak mendirikan cabang.
Berdasarkan data Bank BTPN Tbk per 31 Maret 2014, UUS BTPN memiliki aset Rp 2,2 triliun, tumbuh 122,5 persen dari kuartal I 2013 sebesar Rp 986 miliar (yoy). Nilai pembiayaan mencapai Rp 1,62 triliun atau meningkat 160 persen dari periode yang sama di 2013 senilai Rp 621 miliar.
Sementara itu, jumlah nasabah prasejahtera produktif mencapai 1.041.357 nasabah, tumbuh 95,5 persen dari sebelumnya 532.725 nasabah. Layanan kepada nasabah dilakukan melalui 13 kantor cabang dan 44 Layanan Syariah Bank (office channeling). Semuanya didukung 1.224 tim Mobile Marketing Syariah atau petugas pendamping syariah di lapangan.
Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan akan mengeluarkan aturan terkait branchless banking. OJK berjanji, takkan ada pembatasan peserta, khususnya berdasarkan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU).
Artinya, peserta branchless banking bukan hanya bank berkategori BUKU IV dengan modal di atas Rp 30 triliun. Tapi, juga bank kecil dengan modal Rp 1 triliun alias BUKU I.
Sekretaris Perusahaan Bank Muamalat Indonesia (BMI) Meitra N Sari mengatakan, aturan ini akan menguntungkan bank syariah. rep:ichsan emrald alamsyah ed: irwan kelana