REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Nasir Jamil menegaskan, Revisi UU Tindak Pidana Korupsi jangan sampai kehilangan daya takut. Dia menegaskan, revisi sebuah UU pada hakikatnya harus lebih baik dari sebelumnya, bukan malah menjadi lebih lemah. "Kabarnya hilang ancaman hukuman mati, kita segera tanya pemerintah. Artinya, RUU ini dibuat karena UU yang lama tidak mampu lagi mencegah," kata Nasir, Senin (28/3).
Dia berjanji mempelajari RUU yang diajukan oleh pemerintah ini. Menurut Nasir, RUU ini diajukan pemerintah dan DPR baru saja menerima drafnya. DPR diperkirakan baru akan meminta keterangan pemerintah pada masa sidang kedua tahun ini. "Ini kan RUU diajukan Presiden, DPR belum membahas RUU ini," katanya.
Kalau kemudian ada poin dianggap lemah, ujar Nasir, Komisi III akan mencermati kelemahan di RUU itu. "Yang jelas kami ingin UU ini lebih bagus dari sebelumnya, bisa menjangkau pelaku-pelaku tingkat tinggi dan menciptakan rasa takut," ujar Nasir menegaskan.
Meski demikian, Nasir berpendapat, ada juga masukan masuk akal dari pemerintah, yakni terkait poin soal dana di bawah Rp 50 juta yang tidak diapa-apakan tidak dianggap korupsi. "Bahwa dalam norma-norma ini ada sejumlah kelemahan, kita akan pelajari," katanya.
Revisi UU dibuat karena UU yang lama tidak mampu lagi mencegah dan memberikan daya takut. "Makanya nanti kita lihat asas UU itu apa, saya baca revisi UU itu tidak ada asasnya," katanya. Menurut Nasir, dalam draf terdapat Bab 1 Ketentuan Umum, lalu Bab III langsung ke tindak pidana, asasnya tidak ada.