REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV - Mesir mengundang para pemimpin Palestina untuk menandatangani perjanjian damai dua faksi bertikai, Hamas dan Fatah pekan depan. Akhir pekan ini, Menteri Luar Negeri Israel, Avigdor Lieberman, mengatakan masyarakat internasional tidak boleh melegitimasi pemerintahan yang ada "bau" Hamas di dalamnya.
"Masyarakat internasional tidak boleh melegitimasi pemerintah yang wajahnya adalah wajah Mahmoud Abbas Presiden Palestina tapi lengannya tangan Hamas, yang meluncurkan rudal pada warga dan menodai mereka yang tak berdosa dengan darah," katanya kepada Emetris Christofias, Presiden Siprus, selama pertemuan di Nicosia. Ia dikabarkan melobi banyak negara untuk tak akui pemerintahan Palestina yang baru hasil rekonsiliasi.
Perwakilan dari Hamas dan Fatah mengumumkan di Kairo pada Rabu malam niat mereka untuk berdamai, setelah empat tahun bertikai. Hamas selama ini mengelola Jalur Gaza dan Tepi Barat di bawah kendali Fatah yang didominasi Otoritas Palestina.
Pejabat Palestina mengatakan hari Jumat bahwa Mesir telah mengundang pemimpin Palestina ke Kairo minggu depan untuk penandatanganan perjanjian rekonsiliasi.
Undangan dari Mesir, yang diterima oleh para pemimpin faksi di Jalur Gaza, mengatakan upacara tiga hari akan dimulai pada 2 Mei dan berakhir dengan penandatanganan resmi oleh Abbas dan pemimpin Hamas di pengasingan, Khaled Meshaal.
Tidak ada komentar segera dari pejabat Mesir.
Perjanjian tersebut, jika diterapkan, akan melihat pemerintahan Hamas di Gaza, dan pemerintah Tepi Barat yang dipimpin oleh Salam Fayyad, digantikan oleh pemerintah interim kesatuan yang terdiri dari "profesional" yang akan mempersiapkan pemilu Palestina.
Israel mengatakan tidak akan bernegosiasi dengan pemerintah baru kecuali Hamas menerima tuntutan Kuartet yang terdiri atas Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, dan PBB, untuk meninggalkan kekerasan, menghormati perjanjian Israel-Palestina terakhir, dan menerima negara Yahudi.