REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Budayawan Franz Magniz Suseno mengatakan kalangan akademik tidak boleh berdiam diri bila gerakan radikalisme muncul di kalangan kampus.
"Harus diakui bahwa kaum akademisi selalu berada dalam bahaya untuk terkena virus itu (radikalisme). Menurut saya lebih menjemukan lagi mereka yang tidak terkena tetapi diam," kata Magnis Suseno, dalam jumpa pers deklarasi Gerakan Akademisi Pengawal Pilar Bangsa, di Warung Daun, Senin (9/5).
Di Indonesia gerakan radikalisme yang menyusup ke kampus adalah NII (Negara Islam Indonesia) yang belum lama ini menjadi berita. Magnis mencontohkan peristiwa yang terjadi di negara kelahirannya, Jerman, waktu Nazi muncul juga merambah kalangan akademis.
"Kaum akademik kalau melihat tendensi bangsa dalam bahaya kita harus bicara," kata Magnis. Menurut dia, kalangan akademis harus berani dan tidak boleh takut dikritik.
"Kita jangan membiarkan bangsa ini jatuh ke tangan mereka yang picik dan fanatik," kata Magnis.
Magnis mengatakan kebangsaan Indonesia hasil melalui sebuah proses historis, Indonesia memiliki berbagai macam bahasa, suku atau tercermin dalam semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" yang menjadikan Indonesia sebagai bangsa.
"Sementara itu, radikalisme itu tidak mengakui kebangsaan. Indonesia perlu kembali mengacu kepada Pancasila demi kebangsaan Indonesia dan harkat agama-agama yang ada di Indonesia," katanya.