REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sejumlah aturan harus diperjelas jika pada pemilu mendatang disepakati untuk menggunakan sistem stambush accord atau memberikan sisa suara dari partai pemilu yang tidak lolos kepada partai yang lolos ambang batas parlemen (PT). Aturan yang jelas untuk menghindari multitafsir yang membingungkan penyelenggara pemilu.
Perkumpulan untuk Demokrasi dan Pemilu atau Perludem menjelaskan, sistem stambush accord sangat bisa dipertimbangkan untuk dipilih demi menyelamatkan sisa suara yang tersia-sia. Terutama dengan usulan sejumlah fraksi partai di parlemen untuk menaikkan angka PT. "Stambush accord lazim digunakan untuk mengatasi besarnya sisa suara yang hilang," kata Direkstur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, Rabu (18/5).
Penggunaan sistem stambush accord, papar Titi, perlu memperjelas sejumlah ketentuan. Pertama, pemberian sisa suara kepada calon terpilih dari partai yang akan diberikan sisa suara oleh partai yang tidak lolos PT, "Apakah akan diberikan kepada calon yang menang berdasarkan perolehan suara terbanyak atau nomor urut internal partai."
Kedua, masalah representasi calon legislator dari partai penerima sisa suara. Titi mengingatkan, bahwa hingga kini pemilu Indonesia masih memasang wajah calon legislator tiap partai di kertas pemilu. Calon legislator dari partai yang tidak lolos PT otomatis tidak akan bisa duduk di parlemen.
Namun, suara pemilih partai yang tidak lolos PT tetap akan diberikan kepada parpol lain, yang tentu akan mendudukkan calon legislatornya sendiri. "Apalagi sampai sekarang masih tarik menarik apakah sisa suara dihabiskan di dapil atau ditarik ke provinsi."
Untuk memperkuat kesepakatan antarpartai, Titik meminta agar kesepakatan tersebut secara formal didaftarkan kepada Komisi Pemilihan Umum. Ini dilakukan untuk mencegah konflik distribusi antar partai yang mengikat kontrak politik.