REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Lembaga Survei Indonesia (LSI) memperkirakan tingkat partisipasi pemilih yang menggunakan hak suaranya pada pemilu legislatif akan terus menurun dan bisa sampai kurang dari 50 persen.
"Penurunan tingkat partisipasi masyarakat pada pemilu legislatif disebabkan tingkat kepercayaan terhadap partai politik terus menurun," kata Direktur LSI, Syaiful Mujani, ketika mempublikasikan hasil survei LSI mengenai "Pemilih Mengambang dan Prospek Perubahan Kekuatan Partai Politik" di Jakarta.
Mujani menjelaskan, tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 1999 sebesar 93,3 persen, pada Pemilu 2004 turun menjadi 84,9 persen, kemudian pada Pemilu 2009 turun lagi menjadi 70,99 persen. Menurut dia, dalam 10 tahun, tingkat partisipasi pemilih sudah turun sekitar 20 persen dari 93,3 persen menjadi 70,99 persen.
Jika penurunan tingkat partisipasi pemilih tersebut secara linier, kata dia, maka diperkirakan tingkat partisipasi pemilih pada 2014 akan turun lagi menjadi sekitar 60 persen dan pada pemilu 2019 menjadi kurang dari 50 persen. "Jika sampai pada titik ini menunjukkan tanda-tanda partai politik sama sekali tidak mendapat kepercayaan dari masyarakat," katanya.
Menurut dia, terus menurunnya tingkat partisipasi pemilih pada pemilu, menunjukkan bahwa hubungan emosional antara partai politik dengan pemilihnya sangat lemah, karena sebagian besar pemilih adalah pemilih mengambang.
Dari seluruh pemilih di Indonesia, kata dia, hanya sekitar 20 persen yang loyal dan menyatakan dekat dengan partai politik secara keseluruhan, serta sebanyak 78,8 persen menyatakan tidak dekat dengan partai politik atau massa mengambang.
Dari jumlah 20 persen pemilih yang merasa dekat dengan partai politik, sebarannya meliputi, PDI Perjuangan sebanyak 5,1 persen, Partai Golkar 3,7 persen, Partai Demokrat 3,5 persen, PKS 1,7 persen, PPP 1,3 persen, dan PKB 1,1 persen.
Menurut dia, partai politik yang ada ideologi dan program kerjanya juga tidak jelas.
Partai politik, kata dia, tidak melakukan pendidikan politik secara kontinya, tapi lebih banyak melakukan mobilisasi dukungan hanya beberapa bulan menjelang pemilu dengan pendekatan uang.