REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Selain kasus pemalsuan surat yang menyeret nama Andi Nurpati, juga ada kasus pemalsuan surat lainnya di MK (Mahkamah Konstitusi), termasuk yang melibatkan politisi PPP, Ahmad Yani. Namun kasus Ahmad Yani ini ternyata telah dihentikan atau diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
"Itu sudah di-SP3 oleh Polri atas dasar keterangan dari MK," kata Kabareskrim Polri, Komjen Ito Sumardi, di Mabes Polri, Jakarta, Senin (4/7).
Ito berkelit berdasarkan keterangan dari MK, kasus pemalsuan surat jawaban MK merupakan bukan kasus pidana. Pasalnya kasus tersebut merupakan delik pelanggaran Pemilihan Umum (Pemilu). Penyidik juga telah menetapkan mantan panitera MK, Zainal Arifin Husain sebagai tersangka sebelumnya. "Itu kan semuanya dasarnya dari keterangan ahli. Karena ini deliknya pelanggaran pemilu," katanya menegaskan.
Mengenai kasus pemalsuan surat MK yang menyeret nama Ketua Divisi Politik Partai Demokrat, Andi Nurpati, penyidik Polri masih memeriksa beberapa orang saksi hari ini. Saksi tersebut diduga yang menggunakan surat palsu tersebut. Apakah itu Andi Nurpati, Ito tidak menjawabnya. "Pokoknya semua yang terkait dengan pemalsuan surat MK ini," kilahnya
Persoalan ini bermula saat ditetapkannya hasil pemilu legislatif 2009 Dapil I Sumsel buat PPP yang memperoleh total suara sebanyak 68.061 suara. Usman Tokan meraih urutan pertama dengan suara sebanyak 20.728 suara sedangkan Ahmad Yani meraih 17.709 suara. Karena diduga ada 12.951 suara hilang, gugatan pun dikuasakan ke Ahmad Yani dan meminta agar tambahan suaranya diberikan kepada dirinya pula.
Kemudian, MK mengabulkan bahwa memang ada jumlah suara yang hilang sebanyak 10.417 suara. Namun, tidak mengabulkan permohonan agar suara itu diberikan ke Ahmad Yani. Dalam surat jawaban MK ke KPU Nomor 121/PAN.MK/VIII/2009 tiba-tiba suara hilang itu dinyatakan milik Ahmad Yani. Hal itu sebagaimana surat yang ditandatangani panitera MK saat itu, Zainal Arifin Husain.
Kasus ini serupa dengan surat MK yang dipalsukan terkait keputusan pemilik kursi DPR Dapil 1 Sulawesi Selatan. Dalam surat palsu tertanggal 14 Agustus 2009, memutuskan pemilik kursi adalah Dewi Yasin Limpo, sedangkan MK memutuskan pemilik kursi yang sah yaitu Mestariani Habie.