REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah daerah (pemda) berlomba-lomba menghabiskan APBD untuk anggaran belanja pegawai, bukan belanja modal dan infrastruktur. Jurubicara Kemendagri Reydonnizar Moenok Senin (11/7) mengatakan, untuk kepala daerah—gubernur dan wakil gubernur (wagub), bupati dan wakil bupati (wabup), serta wali kota dan wakil wali kota (wawali) persoalannya berbeda dengan pejabat pemerintahan.
Itu karena kepala daerah adalah jabatan politis. Menurut Reydonnizar, gaji pokok gubernur dan wagub sekitar Rp 3 juta serta bupati dan wabup, walikota dan wawali Rp 2,1 juta.
Namun secara keseluruhan, sambung dia, take home pay gubernur dan wagub sekitar Rp 8 juta. Adapun untuk bupati dan wabup, serta wali kota dan wawali Rp 6,2 juta. Meski terlihat kecil, kata Reydonnizar, kepala daerah masih memperoleh pendapatan lain di luar gaji.
Hal itu mengacu pada PP Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dari pemungutan pajak masyarakat itu, kata dia, hasilnya bisa dijadikan pendapatan tambahan kepala daerah.
Reydonnizar memberi contoh di DKI Jakarta. Gubernur dan Wagub DKI memperoleh pendapatan per bulan sebesar Rp 80 juta. Angka itu didapat dari hasil simulasi 10 kali gaji dengan mengukur kemampuan kapasitas fiskal daerah. "Pendapatan itu diperkenankan sebab ada aturannya. Tidak masalah," jelas Reydonnizar.
Yang jadi persoalan, kata dia, pemda lain yang memberi tunjangan pejabat dan kepala daerah yang nilainya sama atau mendekati Pemprov DKI. Hal itu jelas tidak mempertimbangkan batas kepatutan, beban tugas dengan rasionalisasi kemampuan keuangan daerah yang PAD-nya kecil.
Kemendagri bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan BR), kata Reydonnizar, masih secara intensif mengkaji masalah itu. Pihaknya nantinya ingin terlibat dalam penyusunan APBD dan penentuan anggaran belanja pegawai.
Pasalnya sekarang kementeriannya hanya memiliki kewenangan terbatas sekedar hanya mengubah mata anggaran kegiatan untuk dipindah pada program yang lebih tepat. “Bukan kebijakan umum mengintervensi penyusunan anggaran,” jelasnya.
Kemendagri, kata dia, mendorong penataan kembali terhadap rasionalitas kemampuan keuangan daerah, dengan mengefektifkan belanja tidak langsung dan langsung. Karena dengan memperbesar belanja langsung untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Maka bisa berimbas pada besarnya keuangan fiskal daerah.
"Sehingga pemda tidak hanya mengandalkan dana alokasi umum (DAU) dari pusat semata," kata Reydonnizar.