REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Meski ada yang tak setuju, namun kemungkinan para pilot maskapai Garuda bakal melakukan mogok terbang pada 28 Juli. Apa pangkal peoslannya hingga berujung ancaman mogok?
Pekan lalu, Asosiasi Pilot Garuda Indonesia mengecam manajemen Garuda Indonesia terkait perencanaan pengadaan pesawat yang dinilai tidak memperhatikan kebutuhan tenaga pilot. Imbasnya, maskapai ini harus menyewa pilot asing.
Menjadi persoalan, karena ternyata biaya sewa pilot asing ini sangat besar, sehingga berakibat ketimpangan gaji. Di satu sisi, para pilot asing bergaji sangat besar, sedang pilot Garuda bergaji jauh di bawahnya.
“Kebijakan tersebut adalah penempatan tenaga yang tidak kompeten dengan perbedaan yang signifikan terutama terhadap para pilot,” kata Gatot Stevanus, Presiden Direktur Asosiasi Pilot Garuda, dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (22/7).
Kata dia, hampir 80 persen dari total 840 tenaga pilot Garuda Indonesia menuntut persamaan hak. “Kalau soal pendapatannya, perbedaan bisa 100 persen lebih,” katanya.
Menanggapi ancaman mogok ini, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mustafa Abubakar, menyatakan dirinya sudah berkomunikasi dengan Direktur Utama Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, untuk menuntaskan kisruh di kalangan pilot. "Saya sudah panggil Dirut Garuda. Kelihatannya sudah hampir ada titik temu antara manajemen dengan APG (asosiasi pilot Garuda, red)," ujar Mustafa di kantornya.
Dia berharap rencana aksi mogok kerja yang akan dilakukan pada 28 Juli 2011 nanti tidak akan terealisasi. Mustafa menuturkan masalah kisruh pilot ini lantaran komuniksi yang belum tuntas. "Saya harap dalam satu board, manajemen dan pilot harus betul-betul duduk bersama secara internal seperti keluarga. Jangan ada gap antara majikan dengan buruh," papar Mustafa.