Rabu 27 Jul 2011 18:00 WIB

Sejarah Hidup Muhammad SAW: Pengkhianatan Quraiys pada Hudaibiyah

Red: cr01
Ilustrasi
Foto: Wordpress.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Malam itu pihak Khuza'ah sedang berada di tempat pangkalan air milik mereka sendiri yang bernama Al-Watir, oleh pihak Bani Bakar mereka diserang dengan tiba-tiba dan beberapa orang dari pihak Khuza'ah dibunuh.

Pihak Khuza'ah lari ke Makkah, berlindung kepada keluarga Budail bin Waraqah, dengan mengadukan perbuatan Quraisy dan Bani Bakar yang telah melanggar perjanjian dengan Rasulullah itu.

Untuk itu Amr bin Salim dari Khuza'ah cepat-cepat pula pergi ke Madinah. Dan ketika menghadap Rasulullah yang saat itu sedang berada di masjid dengan beberapa orang, diceritakannya apa yang telah terjadi itu dan ia meminta pertolongan beliau.

 

"Amr bin Salim, engkau mesti dibela," kata Rasulullah.

 

Setelah itu, Budail bin Waraqah dan beberapa orang dari pihak Khuza'ah kemudian berangkat pula ke Madinah. Mereka melaporkan kepada Nabi tentang nasib yang mereka alami serta adanya dukungan Quraisy kepada Bani  Bakar.

Melihat apa yang telah dilakukan Quraisy dengan merusak perjanjian itu, maka tak ada jalan lain menurut Nabi, Makkah harus dibebaskan. Untuk itu, beliau bermaksud mengutus orang kepada kaum Muslimin di seluruh jazirah supaya bersiap-siap menantikan panggilan yang belum mereka ketahui apa tujuannya.

Sebaliknya orang-orang yang dapat berpikir lebih bijaksana di kalangan Quraisy, mereka sudah dapat menduga bahaya apa yang akan timbul akibat tindakan Ikrimah dan kawan-kawannya dari kalangan pemuda itu. 

Kini Perjanjian Hudaibiyah sudah dilanggar, dan pengaruh Rasulullah di seluruh jazirah kini bertambah kuat. Sekiranya apa yang telah terjadi itu dipikirkan, bahwa  pihak Khuza'ah akan menuntut balas terhadap penduduk Makkah, pasti Kota Suci itu akan terancam bahaya. Jadi apa yang harus mereka lakukan sekarang?

 

Mereka mengutus Abu Sufyan ke Madinah, dengan maksud supaya persetujuan itu diperkuat kembali dan diperpanjang waktunya. Barangkali waktu yang sudah lewat itu berlaku untuk dua tahun, sekarang mereka mau supaya menjadi sepuluh tahun.

Abu Sufyan, sebagai pemimpin mereka dan sebagai orang yang bijaksana di kalangan mereka kini berangkat menuju Madinah. Ketika sampai di Usfan dalam perjalanannya itu, ia bertemu dengan Budail bin Waraqah dan rombongannya. Ia khawatir Budail sudah menemui Rasulullah dan melaporkan apa yang telah terjadi.

Hal ini akan lebih mempersulit tugasnya. Tetapi Budail membantah bahwa dirinya telah menemui Rasulullah. Sungguhpun demikian, dari  kotoran binatang tunggangan Budail itu, ia mengetahui bahwa orang itu memang dari Madinah. Oleh karena itulah, Abu Sufyan tidak akan langsung menemui Rasulullah lebih dulu, melainkan menuju rumah putrinya—Ummu Habibah, istri Nabi.

Ketika Abu Sufyan akan duduk di alas yang biasa diduduki Nabi, Ummu Habibah langsung melipatnya. Ayahnya bertanya, "Kenapa kau lakukan itu, putriku? Apakah kau lebih sayang tikar itu ataukah ayahmu?"

Ummu Habibah menjawab, "Ini alas Rasulullah SAW. Ayah adalah orang musyrik

yang kotor. Aku tidak ingin ayah duduk di tempat itu."

 

"Sungguh engkau akan mendapat celaka, anakku," kata Abu Sufyan, lalu keluar sambil menahan amarah.

Setelah itu, ia pergi menemui Rasulullah, berbicara mengenai perjanjian serta perpanjangan waktunya. Namun Nabi SAW tidak memberikan jawaban sama sekali. Selanjutnya, ia pergi menemui Abu Bakar supaya membicarakan maksudnya itu dengan Nabi. Tetapi Abu Bakar juga menolak. 

Kini ia menemui Umar bin Khathab, tapi Al-Faruq malah memberikan jawaban yang cukup keras, "Aku menjadi perantaramu kepada Rasulullah? Sungguh, kalau yang ada padaku hanya remah, pasti dengan itu pun akan kulawan engkau." 

Seterusnya ia menemui Ali bin Abi Talib dan Fatimah ada di tempat itu. Dikemukakannya maksud kedatangannya dan dimintanya supaya Ali menjadi perantaranya kepada Rasulullah. Tetapi Ali mengatakan dengan lemah-lembut bahwa tak ada orang yang akan dapat menyuruh Rasulullah menarik kembali sesuatu yang sudah menjadi keputusannya.

Tak putus asa, Abu Sufyan—utusan Quraisy itu—meminta pertolongan Fatimah supaya Hasan—putranya—berusaha memintakan perlindungan di kalangan khalayak ramai.

"Tak ada orang akan berbuat demikian dengan maksud akan dihadapkan kepada Rasulullah," jawab Fatimah.

 

Keadaan makin gawat buat Abu Sufyan. Ia meminta pendapat Ali. "Sungguh aku tidak tahu, apa yang kiranya akan berguna buatmu," kata Ali. "Tetapi engkau pemimpin Bani Kinanah. Cobalah minta perlindungan kepada orang ramai, sesudah itu, pulanglah ke negerimu! Aku kira ini tidak cukup memuaskan. Tapi hanya itu yang dapat kuusulkan padamu."

 

Abu Sufyan kemudian pergi ke masjid dan di sana ia mengumumkan bahwa ia sudah meminta perlindungan khalayak ramai. Kemudian ia menaiki untanya dan pulang ke Makkah dengan membawa perasaan kecewa, karena kehinaan yang ia dapatkan dari anaknya sendiri dan orang-orang—kaum Muhajirin—yang pernah mengharap belas-kasihannya.

sumber : Sejarah Hidup Muhammad oleh Muhammad Husain Haekal
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement