REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Burhanuddin Muhtadi, menilai Partai Demokrat menghadapi tiga tantangan besar setelah tertangkapnya M Nazaruddin di Cartagena, Kolombia, Ahad (7/8) lalu.
"Kasus Nazaruddin ini memiliki dampak merusak dan realitasnya telah merusak nama Partai Demokrat maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," kata Burhanuddin, pada diskusi "Dialektika: Nazaruddin Mudik, Membongkar atau Mengubur Kasus" di Jakarta, Kamis (11/8).
Burhanuddin menjelaskan, tiga tantangan besar yang dihadapi Partai Demokrat adalah, pertama, menjadi pertaruhan bagi Partai Demokrat untuk membuktikan diri sebagai partai politik yang komit terhadap pemberantasan korupsi. Kedua, jika kasus Nazaruddin berakhir antiklimaks, maka yang dirugikan adalah KPK itu sendiri, karena dinilai tidak mampu mempertahankan nama besarnya.
"Kemudian tantangan ketiga, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin menurun. Sehingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memiliki kepentingan untuk menyelesaikan kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat ini hingga tuntas," papar Burhanuddin.
Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (FISIP UIN) Jakarta ini memperkirakan, tindak lanjut terhadap kasus Nazaruddin hanya dilokalisir pada tantangan pertama dan kedua. "Namun ada aktor yang bermain di belakang Nazaruddin tidak tertangkap," katanya.
Burhanuddin memperkirakan, Nazaruddin memiliki sangat banyak informasi soal kasus-kasus korupsi dan penyimpangan anggaran. Apa yang disampaikan Nazaruddin melalui pesan "Blackberry" pada saat lari ke luar negeri, baru secuil informasi dari seluruh informasi yang dimilikinya.
"Ini semacam fenomena gunung es yang mungkin saja melibatkan aktor lain di luar Partai Demokrat," imbuhnya.
Nazaruddin, kata Burhanuddin, juga pernah menyatakan bahwa pimpinan Badan Anggaran di DPR RI juga menerima aliran dana. "Kalau mencermati "nada" kasus ini, maka ada kemungkinan dilakukan langkah untuk melebarkan kasus ini keluar Partai Demokrat," pungkasnya.