REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Maraknya konflik yang terjadi di masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia mendesak Dewan Perwakilan Daerah RI untuk segera menyusun RUU tentang Konflik Sosial.
Setelah menyampaikan pandangan materi dan pendapat anggota DPD kepada DPR RI pada 28 Juni lalu, Komite I DPD RI kini mulai menggali identifikasi model konflik di lapangan untuk menjadi masukan penyusunan materi RUU Konflik Sosial.
Sekjen DPD RI, Siti Nurbaya mengatakan DPD mulai mengawali pembahasan RUU ini sesuai surat Ketua DPD LG. 01.04/4583/DPR RI/VI/2011 tanggal 6 Juni 2011 tentang penyampaian RUU Penanganan Konflik Sosial. "Pimpinan DPD RI telah menerima RUU tersebut dari Pimpinan DPR RI, dan sesuai dengan mekanisme legislasi," tulis Siti dalam surat elektronik kepada Republika, Kamis (8/9).
Untuk mencari identifikasi model konflik, Komite I membagi pengamatan menjadi beberapa daerah. Untuk mengidentifikasi konflik dengan dimensi fatalitas berdasarkan dampak yang diakibatkan, Komite I DPD akan menjadikan Bali dan NTB sebagai lokasi survei. Kemudian untuk dimensi ideologis akan diwakili oleh Aceh, Papua dan Maluku. Terakhir, dimensi etnis akan disurvei di Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Tengah.
Menurut anggota DPD dari NTB, Farouk Muhammad, konflik sosial di Indonesia disebabkan oleh berbagai macam persoalan. Mulai dari pengelolaan sumber daya alam yang tidak adil, perebutan sumber ekonomi seperti tanah dan lahan, hingga perebutan kursi kepala daerah. Dampak konflik pun berbeda di setiap daerah, ada yang menyebabkan kekacauan luar biasa, namun dengan penyebab yang serupa, bisa saja hanya menimbulkan dampak kecil di daerah lainnya.
Harapannya, RUU Konflik Sosial dapat menekan dampak yang selama ini ditimbulkannya. Seperti rusaknya tatanan sosial masyarakat, percepatan pembangunan yang terhambat, kegiatan ekonomi masyarakat yang terganggu sampai retaknya keutuhan NKRI. Penyusunan RUU Konflik Sosial diharapkan selesai pada Masa Sidang I Tahun 2011-2012 ini.