Jumat 09 Sep 2011 21:45 WIB

Syafi'i Ma'arif: Pelanggaran Kode Etik Bisa Terjadi

Red: cr01
Anggota Komite Etik KPK, Syafi'i Ma'arif.
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Anggota Komite Etik KPK, Syafi'i Ma'arif.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Usai memintai keterangan aktivis jurnalis warga, Iwan Piliang, anggota Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Syafi'i Ma'arif, mengatakan pelanggaran kode etik oleh pimpinan lembaga antikorupsi bisa saja terbukti terjadi.

"Pelanggaran kode etik bisa juga. Kita lihat dululah, kita selesaikan dulu (pemeriksaannya)," kata Syafi'i yang akrab disapa Buya, sebelum meninggalkan Gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/9).

Menurut Buya, dari hasil pengumpulan keterangan sejauh ini pelanggaran berupa pertemuan di dalam maupun di luar KPK. "Tapi kita lihat dulu (apa benar pelanggaran)," ujarnya.

Ia mengatakan, ada keterangan yang menyebutkan pertemuan pimpinan KPK dengan M Nazaruddin. Pertemuan tersebut diketahui memang membicarakan kasus, tapi tidak kesimpulan dari pembicaraan tersebut.

Untuk itu, kata Buya, kesimpulan bahwa ada pelanggaran kode etik oleh pimpipan KPK belum dapat dipastikan. Masih perlu dikumpulkan keterangan-keterangan lain, dari komisioner KPK bidang penindakan dan juga termasuk dari sopir Nazaruddin.

Sementara itu, pemanggilan beberapa pihak media juga merupakan upaya pengumpulan keterangan. Namun ia menegaskan itu bukan merupakan pemeriksaan, tetapi memintai keterangan. "Mana berani kita periksa wartawan. Kita minta tambahan keterangan saja. Kan Tempo juga pernah menulis soal Nazaruddin selain Iwan Piliang," ujarnya.

Pemanggilan aktivis jurnalisme warga, Iwan Piliang, dilakukan untuk mengetahui keterangan-keterangan dari sisi lain, yang terkait dugaan keterkaitan pimpinan KPK dengan kasus yang berkaitan dengan Nazaruddin.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement