REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – CIA bekerjasama dengan Kepolisian New York meluncurkan penyelidikan terhadap kebijakan mata-mata atas Muslim Amerika. Langkah ini disambut namun penuh kehati-hatian oleh komunitas Muslim.
"Kami sangat sensitif dengan hukum dan privasi dan sungguh ada investigasi internal yang diminta oleh direktur saat ini sebelum saya mengambil alih posisi tersebut, ujar David Petraus. Ia adalah direktur CIA yang baru saja ditunjuk.
"Saya akan meneruskan dan menindaklanjutinya serta memastikan bahwa kami melakukan hal yang benar dalam kasus tersebut."
Investigasi itu akan memfokuskan pada kerja penasihat CIA di Departemen Kepolisian New York yang selama ini membantu upaya kontra-terorisme.
Para penasihat, menurut Petraeus, kepada anggota Kongres--dalam kesaksiannya pertama di depan Kongres AS sebagai bos CIA--mencoba memastikan bahwa ada pembagian informasi mengingat itu adalah esensial.
Kasus itu muncul bulan lalu setelah Associated Press mengungkap bahwa Kepolisian New York mengirim seorang agen dalam penyamaran untuk menyusup ke komunitas demi memantai kehidupan sehari-hari dan mengawasi kegiatan masjid dan juga organisasi mahasiswa Muslim.
Laporan juga mengungkap bahwa intelijen NYPD telah menetapkan Unit Demografi menggunakan petugas polisi untuk memonitor grup etnis tertentu di kawasan metropolitan itu.
Sementara, Direktur Intelijen Nasional, James Clapper bersikeras bahwa CIA-lah yang memberikan 'bantuan' kepada polisi New York, meski tidak untuk mengumpulkan data intelijen. "Ada bantuan diberikan di sana (Kebijakan memata-matai), ujarnya dalam dengar pendapat dengan Kongres.
"Tapi kini yang ada malah pendapat bahwa tak ada satupun dari CIA yang terlibat dalam kebijakan tersebut," imbuh Cllapper.
Sebelumnya CIA membela bekerja sama dengan NYPD dan menyangkal telah melanggar hukum yang melarang para agen memata-matai warga Amerika selama masih di wilayah AS.
"Fokus CIA adalah intelijen luar negeri dan tak ada satupun dukungan atau bantuan yang diberikan kepada NYPD dapat dikategorikan sebagai 'tindakan spionase domestik' oleh CIA," ujar jurubicara CIA, Jennifer Youngblood, dalam pernyataan sebelumnya.
"Kesimpulan apa pun yang menyatakan itu sepenuhnya adalah salah."
Dalam undang-undang AS, CIA dilarang melakukan praktek intelijen di dalam negeri. Namun beberapa pihak mengkritik bahwa kerjasama kontra-terorisme dengan penegak hukum pada faktanya sama dengan gerakan spionase domestik.
Sikap Hati-hati
Meski penyelidikan oleh CIA disambut positif oleh Muslim AS, namun komunitas minoritas itu tetap bersikap hati-hati.
Cyrus McGoldrick dari Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), mengatakan sebenarnya ia lebih mengapresiasi bila ada investigasi independen dalam kasus tersebut. Namun ia tetap berharap investigasi bisa dilakukan dengan jujur dan transparan.
CIA telah berupaya mendapatkan kembali kepercayaan dari komunitas Muslim, yang di era Bush telah menggunakan kekuasaan berlebihan dalam merespon serangan 11 September.
Agen intelijen telah lama diketahui melakukan praktek rendisi terhadap mereka yang dicurigai terlibat aksi terorisme tanpa izin pengadilan dan dipindah ke negara berkembang untuk mengalami penyiksaan.
Muslim grup telah mengancam menghentikan kerjasama dengan CIA atas respon penempatan agen dan informan lembaga itu di masjid-masjid untuk menjebak jamaah Muslim.
Jurubicara NYPD, Paul J. Browene dan koleganya menyambut hangat investigasi CIA. Namun publik memandang, penyidikan macam itu kerap kali memakan waktu dan jarang diungkap ke publik.
Bila kantor inspektur jenderal menemukan bukti kuat bahwa ada operasi CIA yang melanggar hukum, ia akan mengajukan kasus tersebut ke Departemen Kehakiman untuk diproses secara hukum.
Kota New York adalah tempat tinggal bagi sekitar 800 ribu Muslim, atau 10 persen dari total populasi. Kini ada seratusan masjid di penjuru New York yang terdiri dari lima distrik.