Senin 19 Sep 2011 16:20 WIB

MK Kabulkan Gugatan UU Ketenagakerjaan

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Johar Arif
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD (tengah) memimpin sidang uji materiil di MK.
Foto: Antara/Prasetyo Utomo
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD (tengah) memimpin sidang uji materiil di MK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 155 ayat (2) dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua MK Mahfud MD saat membacakan putusan mengatakan, keberadaan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon uji materi UU Ketenagakerjaan adalah Ugan Gandar, Eko Wahyu, Rommel Anonius, dan Ginting dengan kuasa pemohon, Ecoline Situmorang. “Dengan ini mahkamah mengabulkan permohonan pemohon,” kata Mahfud di gedung MK, Senin (19/9).

Untuk diketahui, pemohon yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu, selaku korban PHK menguji Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan yang mengatur upah proses PHK. Pasal itu menyatakan selama putusan PHI belum ditetapkan, khusus perselisihan PHK dan hak, baik pengusaha dan pekerjanya tetap melaksanakan hak dan kewajibannya.

Aturan itu dalam praktiknya dinilai multitafsir. Sebab, ada yang berpendapat upah proses PHK dibayar hanya enam bulan gaji, ada juga yang menafsirkan upah proses dibayar hanya sampai keluarnya putusan PHI, dan upah proses dibayar hingga keluarnya putusan kasasi/PK di MA.

Menurut pemohon, tidak adanya penafsiran yang tegas terhadap Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, khususnya terhadap frasa ”belum ditetapkan”, berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan dilanggarnya hak atas rasa adil bagi para pekerja. Terlebih, pemohon I yang anggotanya hampir seluruh karyawan Pertamina.

Karena itu, pemohon meminta tafsir konstitusional atas pasal itu karena selama ini penerapannya menimbulkan ketidakpastian hukum yang bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), (2) UUD 1945. Dalam arti, Pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan konstitusional dengan Pasal 28D (1), (2) UUD 1945 sepanjang frasa “belum ditetapkan” ditafsirkan sampai putusan PHI mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement