REPUBLIKA.CO.ID, MANAMA - Pengadilan militer Bahrain telah menahan 20 dokter, perawat dan tenaga paramedik lain yang telah merawat para demonstran terluka dalam unjuk rasa pro demokrasi awa tahun ini. Mereka diganjar 15 tahun penjara. Para tahanan itu mengatakan mereka disiksa selama interogasi demi menyatakan pengakuan bersalah palsu.
Hukuman keras yang dijatuhkan hakim militer sepertinya akan membuat marah mayoritas Muslim Syiah di Bahrain dan mengugurkan harapan terjadi dialog damai antara mereka dengan dinasti al Khalifa Suni.
Sikap pengadilan itu mengisyaratkan bahwa aliran garis keras dalam keluarga kerajaan telah mengambil alih kendali sejak Raja Hamad bin Isa al Khalifa telah membuat sejumlah pernyataan konsiliasi yang diikuti oleh peningkatan tindak represi.
Sebuah pernyataan dari kantor Otoritas Informasi ditujukan pada "Doktor Bahrain" menuduh mereka telah melakukan Plot untuk Menggulingkan Pemerintah. Pernyataan itu mengutip Penuntut Militer, Kolonel Yussef Rashid Flaife, yang mengatakan 13 profesional medis telah divonis 15 tahun penjara, dua orang untuk hukuman 10 tahun penjara dan lima lagi diganjar 5 tahun penara.
Dalam pernyataan disebut pula bahwa para dokter, selain melakukan plot revolusi, juga didakwa dengan kepemilikan senjata dan amunisi, mengambil alih paksa rumah sakit Salmaniya dan personelnya, mencuri perlatan medis dan merekayasa cerita untuk menggangu keamanan publik.
Padahal mereka sama sekali tak menunjukkan tanda atau sikap revolusioner. Tak ada satupun terdakwa yang hadir di sidang untuk mendengarkan pembacaan vonis. Pembacaan putusan pengadilan hanya didatangi oleh kuasa hukum mereka dan keluarga. Terdakwa juga mengatakan panel hakim militer menolak mendengar dugaan bahwa mereka disiksa di penjara.
Pemerintah berkata para dokter itu dapat mengajukan banding ke pengadilan tertinggi Bahrain untuk meminta pembatalan hukuman mereka.
Para staf medis tersebut adalah karyawan di Kompleks Medikal Salmaniya yang berlokasi di ibu kota, Manama. Mereka merawat para demonstran terluka dalam bentrok dengan aparat setelah unjuk rasa demokrasi digelar pada 14 Februari. Setelah tindakan represif dari pemerintah pada pertengahan Maret berhasil mematahkan perlawanan unjuk rasa, para dokter dan perawat dituduh merencanakan dan membangkitkan liga pasukan bersenjata bersama Iran.
Kelompok hak asasi manusia menggambarkan vonis itu sebagai 'pengkhianatan keadilan'. Philip Luther dari Amnesty Internasional berkomentar, "Ini benar-benar dakwaan konyol terhadap profesi sipil yang bekerja menyelamatkan hidup."
Para dokter yang ditahan mengatakan mereka dipukuli, kepala mereka ditutupi dan dilarang tidur untuk membuat mereka mengatakan telah sengaja membuat pasien meninggal. Petugas juga memaksa dokter melebihkan luka dengan menuangkan darah di atas para pasien cedera.