Ahad 02 Oct 2011 17:42 WIB

Klausul Multi Tafsir dalam RUU Intelijen

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Chairul Akhmad
Peneliti Elsam, Wahyudi Jakar (dari kiri), LBH Masyarakat, Alexardo Hernowo, Direktur Eksekutif ISDPS Mufti Makarim, dan Direktur Eksekutif Kontras Haris Azhar, saat melakukan diskusi tentang RUU Intelijen Negara di kantor Kontras, Jakarta, Jumat (30/9).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Peneliti Elsam, Wahyudi Jakar (dari kiri), LBH Masyarakat, Alexardo Hernowo, Direktur Eksekutif ISDPS Mufti Makarim, dan Direktur Eksekutif Kontras Haris Azhar, saat melakukan diskusi tentang RUU Intelijen Negara di kantor Kontras, Jakarta, Jumat (30/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen yang baru saja disahkan Komisi I DPR, Kamis (29/9) malam, masih menyimpan klausul yang multi tafsir.

Klausul tentang setiap orang atau badan hukum yang membocorkan rahasia intelijen akan dipidanakan, merupakan salah satu yang dianggap masih multi tafsir. "Kenapa harus setiap orang," ungkap Koordinator Kontras, Haris Azhar, saat dihubungi, Ahad (2/10).

Padahal, kata Haris, yang membocorkan rahasia intelijen adalah oknum telik sandi itu sendiri. Masyarakat tak mungkin mengetahui rahasia intelijen dengan sendirinya. RUU ini memang mengancam akan memidanakan setiap orang yang terlibat membocorkan rahasia negara.

Kenyataannya, belum pernah ada oknum intelijen yang membocorkan rahasia yang disimpannya dipidanakan. "Mereka hanya selesai diproses dalam tahap pelanggaran kode etik oleh pengawas internal mereka," ujar Haris.

Padahal, sudah ada pasal Tindak Pidana yang menerangkan pembocoran rahasia negara dikenakan pidana kurungan penjara selama sepuluh tahun ditambah denda Rp 500 juta.

Belum lagi kategori rahasia intelijen. Hal ini belum tertulis secara detail apakah itu informasi-informasi yang dianggap rahasia. Ada lagi klausul yang menyatakan informasi yang dianggap mengancam pertahanan negara tidak boleh dibocorkan. Haris mempertanyakan kategori informasi yang mengancam itu seperti apa definisinya. Hal itu dianggapnya belum diatur secara detail dalam RUU tersebut.

Pihaknya menyadari, memang intelijen membutuhkan dasar hukum untuk memayungi kinerja mereka. Namun demikian, RUU yang sedang akan diparipurnakan ini belum menunjukkan kinerja intelijen yang profesional. Jika klausul itu dibiarkan maka dasar hukum seperti itu justru menunjukkan kinerja intelijen yang tidak profesional.

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutanto, bersikeras menyetujui klausul siapa pun yang terlibat membocorkan rahasia harus ditindak. "Ini berbahaya jika diketahui orang lain, karena itu harus diproses secara hukum," katanya.

Namun apakah itu informasi yang dianggap rahasia, Sutanto hanya menyatakan ada klasifikasinya. "Saya tidak bisa menyebutkan," elaknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement