REPUBLIKA.CO.ID,SAMBAS--Masyarakat Indonesia, geram luar biasa ketika mendengar kabar pencaplokan di Dusun Tanjung Datu dan Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, yang diembuskan Komisi I DPR. Namun, warga Temajuk tidak mempermasalahkan apakah wilayahnya saat ini masuk Malaysia atau tetap berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Yang pasti kami dengan warga Desa Melanau di Serawak, adalah teman," kata Khabuddin kepada Republika, akhir pekan lalu.
Menurut dia, warga Temajuk tidak ada yang mempermasalahkan keributan soal pergeseran tapal batas negara di daerahnya. Warga tetap beraktivitas seperti biasa. Sejak memanasnya hubungan Indonesia dengan Malaysia, kata Khabuddin, perbatasan resmi lewat jalur darat di wilayah Malaysia semakin diperketat.
Namun, hal itu tidak berdampak apapun bagi warga Temajuk, sebab mereka bisa melengang ke Melanau tanpa perlu menggunakan paspor melalui jalur laut. "Kami tetap diterima warga Melanau untuk bertransaksi di pasar. Kalau warga dari Paloh, tidak bisa, tetap harus diperiksa paspor oleh polis," katanya.
Kedekatan hubungan warga Temajuk dengan Melanau diakibatkan banyak warga kedua desa yang melakukan pernikahan beda negara. Kalau laki-lakinya dari Temajuk, maka mempelai wanita dari Melanau mengajak keluarga besarnya berombongan datang menyeberang lintas negara.
Begitu juga sebaliknya, seolah tidak ada batas sebab dua desa itu hanya dipisahkan jarak sejam perjalanan lewat jalur laut. "Kami dengan warga Malaysia macam kakak beradik, kalau orang sini kawinan, banyak kunjungan dari sana, tidak ada yang mempermasalahkan," katanya.
Khabuddin mengakui, biasanya setelah perkawinan, keluarga baru tersebut memiliki kecenderungan untuk menetap di Melanau. Hal itu terkait dengan fasilitas dan perbedaan njomplang ketersediaan infrastruktur dan sarana kehidupan di dua desa tersebut. "Ini saja yang membedakan kehidupan warga Temajuk dengan tetangga di sana."