REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG-- Pengamat politik Universitas Diponegoro Semarang, Fitriyah, menilai reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II menerima banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan dalam tiga tahun ke depan.
"Jika dilihat dari pidato Presiden, reshuffle kabinet ini adalah untuk perbaikan kinerja dalam tiga tahun ke depan dan ada banyak PR seperti penegakan hukum dan reformasi birokrasi," kata Fitriyah, di Semarang, Rabu.
Fitriyah mengatakan, jika dilihat dari wakil menteri yang terpilih menunjukkan mereka memiliki latarbelakang di bidang kementerian yang bersangkutan. "Akan tetapi jika dilihat dari menteri, tidak banyak perubahan dan hal ini sesuai dengan 'style' Presiden yang hati-hati meskipun sebenarnya bisa memainkan hak prerogatif. Apalagi Presiden dipilih langsung oleh rakyat dan mendapat suara yang signifikan sehingga seharusnya lebih berani," katanya.
Banyaknya harapan Presiden tersebut, lanjut Fitriyah, seharusnya pengambil kebijakan bisa berasal dari unsur profesional dan tidak dari partai. Sebenarnya tidak ada masalah jika partai mengirimkan perwakilannya yang profesional.
"Untuk menteri PKS yang dikurangi satu, ini adalah bentuk hukuman dari Presiden karena dalam perjalanan waktu, PKS kritis menjadi oposisi di DPR, berbeda dengan PAN, Golkar, PKB, maupun PPP," katanya.
Menurut Fitriyah selama ini banyak pihak yang menyorot sejumlah menteri yang seharusnya direshuffle di antaranya karena adanya dugaan korupsi serta persiapan SEA Games yang tidak jelas (Kementerian Pemuda dan Olahraga) dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi karena masih banyaknya persoalan yang menimpa tenaga kerja wanita (TKW) di luar negeri, tetapi keduanya lolos dari reshuffle.