REPUBLIKA.CO.ID,SERANG – Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Banten memeriksa Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Banten, Suyadi Wiraatmaja, dan Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Provinsi Banten, Edi Wiryanto. Keduanya diperiksa terkait dugaan pembelian kaos sebanyak seribu buah dan atribut kampanye untuk pasangan salah satu calon.
Menurut Suyadi, barang bukti berupa tanda terima pembelian barang itu bukan dilakukan oleh dirinya, bahkan bukan dilakukan oleh BPBD. "Tidak benar itu dilakukan BPBD," kata Suyadi usai di periksa Panwaslu Banten, Rabu (19/10).
Dugaan ketidaknetralan pegawai negeri sipil ini dilaporkan tim pemenangan pasangan calon Jazuli Juwaini-Makmun Muzakki (Jazuli-Zakki) Sabtu (16/10) lalu. Selain laporan tersebut, Panswalu Banten memproses 22 laporan dugaan pelanggaran dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten (Pilgub).
Dari 22 laporan tersebut, di antaranya pelanggaran yang melibatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak 10 kasus, melibatkan pasangan Ratu Atut Chosiyah - Rano Karno sebanyak 5 kasus, dan pasangan Wahidin Halim - Irna Narulita sebanyak 2 kasus.
Pelanggaran lain yang melibatkan birokrasi atau PNS yang diduga terlibat mendukung pasangan calon sebanyak 4 kasus. Dan terdapat anggota partai politik yang menjadi anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
Dari 22 pelanggaran itu juga, kasus yang terbukti telah melanggar sebanyak 7 kasus. Berupa pelanggaran kode etik dan administrasi. Sebanyak 10 laporan kasus pelanggaran lainnya tidak ditindaklanjuti dan tidak terbukti. Dan, sebanyak 5 kasus lainnya sedang dalam proses.
Ketua Panwaslu Banten, Haer Bustomi, mengatakan, pelanggaran yang saat ini diproses di Panwaslu Banten belum satu pun yang diteruskan ke pihak penegakan hukum terpadu (Gakumdu). "Namun ada satu pelanggaran pidana yang diteruskan ke kepolisian yakni, penggiringan terhadap pasangan calon tertentu di Kota Tangerang," kata Haer.
Banyaknya pelanggaran yang berpotensi pidana tidak bisa ditindaklanjuti atau diteruskan ke Gakumdu, karena kurangnya data pelapor, saksi, dan lemahnya keterangan pelapor. "Jadi saat kita proses, laporan itu banyak yang tidak memenuhi unsur untuk dilanjutkan ke penegak hukum," kata Haer