Kamis 27 Oct 2011 19:02 WIB

ICW Desak KPK Awasi Industri Pertambangan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada periode ketiga ini mulai melakukan pengawasan terhadap industri pertambangan dari kemungkinan terjadinya kasus korupsi.

"Selama ini kan dunia industri ekstraktif belum tersentuh KPK," kata Agus Sunaryanto, Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) di Balikpapan, Kamis.

Menurut Agus, saat ini KPK sudah membongkar banyak korupsi politik seperti kasus-kasus di Badan Anggaran DPR yang dipicu kasus Nazaruddin dan berkaitan juga dengan suap Sekretaris Menpora Wafid Muharram. "Jadi sudah saatnya juga KPK meluaskan pantauannya tanpa kehilangan fokus pada hal-hal yang selama ini sudah bagus ditanganinya," tegas Agus.

Tipikal korupsi dari industri pertambangan atau industri ekstraktif ini, jelas Agus, adalah suap-menyuap. Menurut dia, suap-menyuap itu terjadi karena pemilik modal yang ingin memuluskan perizinan, apakah izin-izin pegelolaan lingkungan seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), izin untuk menguasai lahan, hingga upaya untuk mengamankan aset, punya kecenderungan untuk menyuap.

Aparat, katanya, jadi gampang tergoda karena industri pertambangan adalah industri yang padat modal. Ia menambahkan, industri pertambangan juga banyak memiliki celah yang memungkinkan terjadinya korupsi.

Contoh kritis pernah disampaikan Dr Kurtubi, pengamat energi dari Universitas Indonesia pada kesempatan terpisah di Balikpapan. Menurut Dr Kurtubi, kewenangan luar biasa besar yang dimiliki Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) dan mekanisme "cost recovery" atau penggantian pengeluaran kontraktor migas atas biaya yang dikeluarkannya untuk menambang adalah salah satu celah korupsi tersebut.

Kontraktor migas, kata Kurtubi, harus melapor kepada BP Migas mulai dari rencana pengembangan bisnisnya, pengadaan barang dan jasa karena pengembangan bisnis tersebut, hingga pengelolaan CSR (community social responsibility).

"Karena ada 'cost recovery', siapa yang bisa memastikan bahwa kontraktor menyampaikan jumlah pengeluaran yang sebenarnya. Lalu karena semua ditangani oleh BP Migas saja, adakah jaminan tidak ada kolusi antara oknum-oknum di kedua pihak sementara tidak ada pengawasan atas BP Migas," jelasnya panjang lebar.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement