Rabu 09 Nov 2011 20:42 WIB

Muladi: Putusan Bebas tak Boleh Banding

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Chairul Akhmad
Muladi
Foto: Republika
Muladi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sidang uji materi (judicial review) dengan pemohon gubernur Bengkulu nonaktif Agusrin M Najamuddin, digelar di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (9/11).

Agenda sidang mendengarkan saksi ahli pemohon, yakni pakar hukum pidana Muladi. Pemohon menggugat Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 67 dan Pasal 244 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terkait larangan diajukannya upaya hukum banding atau kasasi terhadap putusan bebas. Sidang dipimpin Hakim Konstitusi, Achmad Sodiki.

Menurut Muladi, Keputusan Menteri Kehakiman (Kepmenkeh) tanggal 10 Desember 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP, memungkinkan pihak berperkara mengajukan banding atau kasasi atas putusan bebas murni. Hal itu dinilainya bertentangan dengan Pasal 67 dan 244 KUHAP.

Dijelaskannya, Kepmenkeh itu kemudian dijadikan yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) Nomor K/275/Pid/1983 tentang banding atau kasasi. Kepmenkeh itu bertentangan prinsip sinkronisasi vertikal atau melanggar Pasal 67 dan 244 KUHAP.

"Padahal, putusan itu tidak memungkinkan putusan bebas direspon dengan banding dan kasasi. Keberadaan aturan itu melanggar hak asasi manusia (HAM) dan membahayakan demokrasi,” kata Muladi.

Muladi menegaskan, Kepmenkeh itu tak layak dipertahankan karena tak sesuai dengan nuansa demokrasi yang bergulir sejak 1998. Aturan itu dibuat dalam suasana socio and political environment yang tidak demokratis (era Orde Baru). Sebab, kekuasaan kehakiman yang merdeka kala itu tidak terjamin.

Hal itu mengingat administrasi peradilan dan kekuasaan mengadili masih dipegang dua kekuasan yang berbeda, yakni pemerintah melalui Departemen Kehakiman dan MA. Muladi menegaskan bahwa aturan itu mencampuri urusan lembaga legislatif dan yudikatif.

Sehingga bertentangan prinsip pemisahan kekuasaan dalam negara hukum modern. “Jadi, selayaknya uji materi atas penerobosan dua pasal yang bertentangan dengan UUD 1945 ini dapat dikabulkan,” pinta Muladi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement