REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan memberikan draft masukan kepada pemerintah dan legislatif sebagai bahan pembuatan Rancangan Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama (RUU KUB).
Dalam usulannya, MUI menilai masalah penyiaran agama, pembangunan rumah ibadah, kedudukan majelis agama serta penodaan agama, perlu masuk ke dalam RUU KUB. ''Poin-poin itu sangat penting untuk masuk ke dalam draft RUU Kerukunan Umat Beragama,'' kata Ketua MUI, Ma'ruf Amin, di Jakarta, Senin (15/11).
Ma'ruf juga menegaskan hal penting lainnya yang harus masuk adalah sanksi hukum bagi pelanggar. ''Kalau tidak ada sanksi hukum nantinya hanya akan seperti PBM (Peraturan Bersama Menteri),'' kata dia.
Hal serupa juga disampaikan oleh Guru Besar Universitas Islam Negeri Jakarta, Masykuri Abdillah. Ia mengatakan, pengaturan terhadap rumah ibadah, penyiaran agama dan penodaan agama, menjadi pokok penting yang tak boleh diabaikan. Selama ini, aturan terkait masalah itu baru sebatas tingkat menteri.
Masykuri mengatakan undang-undang KUB tidak bertujuan untuk mengurus masalah teologi, namun untuk mengatur hubungan yang selama ini berpotensi memunculkan konflik.
Tentang penolakan terhadap draft awal RUU KUB, Masykuri mengatakan wajar. ''Ini justru positif. Ini menunjukkan kalau DPR ingin mengajak masyarakat,'' kata pria yang juga menjabat sebagai wakil ketua ICIS ini.
Sebelumnya Setara Institute menyampaikan penolakan terhadap RUU KUB versi DPR. Hendardi, ketua Setara Institute, menilai RUU ini bakal menyulut kontroversi, ketegangan baru, dan menciptakan disharmoni secara permanen.