Selasa 15 Nov 2011 17:43 WIB

DPR Berkilah tidak Ada Jual Beli Pasal

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - DPR menyatakan tidak benar jika ada jual beli pasal dalam penyusunan atau revisi sebuah undang-undang. Hal itu dinilai tidak mungkin terjadi, karena keputusan di DPR dilakukan secara kolektif-kolegial.

"Sulit untuk melakukan jual-beli pasal," jelas Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari PPP, Dimyati Natakusuma, saat dihubungi, Selasa (15/11).

Menurutnya, pembuatan atau revisi sebuah undang-undang melibatkan seluruh anggota DPR yang jumlahnya lebih dari 500 orang. Pertama adalah pembahasan di komisi atau badan legislasi, kemudian dilanjutkan di paripurna.

Dia bertanya-tanya apakah mungkin semua anggota DPR disuap untuk mengesahkan pembuatan atau revisi sebuah undang-undang. Dia menilai hal itu tidak mungkin. "Kalau setelah diparipurnakan kemudian ada ayat yang hilang bisa saja hal itu terjadi karena jual beli pasal," paparnya.

Dia juga bertanya-tanya undang-undang apakah yang dibentuk atau direvisi dengan menggunakan praktik jual-beli pasal. "Tunjukkan kepada kami, nanti akan ditindaklanjuti," jelasnya.

Dimyati menyatakan jangankan praktik jual beli pasal, menggoalkan satu pasal saja yang berasal dari aspirasi masyarakat di sebuah daerah itu sulit. "Ini karena undang-undang itu dibentuk demi kepentingan nasional, bukan daerah, kita memaklumi itu semua," paparnya.

Dimyati menyatakan kalau memang ada praktik jual-beli pasal, maka dipastikan hal itu sama saja dengan penyuapan. Pelakunya bisa dijerat dengan KUHAP. "Silahkan saja diproses hukum jika memang terbukti ada yang melakukan penyuapan," jelasnya.

Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengungkapkan ada 406 kali pengujian undang-undang ke MK sejak 2003 hingga 9 November 2011 di mana 97 di antaranya dikabulkan karena inkonstitusional. Mahfud menilai buruknya legislasi ini terjadi karena ada praktik jual beli kepentingan dalam pembuatan UU.

 

"Orang yang berkepentingan itu bisa beli pasal tertentu ke DPR. Jadilah Undang-undang berdasar kehendak perorangan, bukan kehendak rakyat," kata Mahfud dalam seminar nasional bertajuk 'Reformasi Hukum Nasional Solusi Mengatasi Permasalahan Bangsa,' di Jakarta, Selasa, 15 November 2011.

 

Tak hanya itu, menurut Mahfud yang juga mantan legislator ini, jual beli juga terjadi di dalam birokrasi. "Tadi saya baru berbicara dengan seorang menteri. Dia mengatakan 'Pak, saya ini sudah mengatakan beratus-ratus kali, tapi birokrasinya rusak semua'. Menterinya sudah oke, kebijakan sudah oke, tapi birokrasi rusak. Yang jahat itu sekarang banyak di birokrasi. Korupsi itu di situ tempatnya," ungkapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement