REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA - Centre for Orangutan Protection (COP) menyatakan bukti pembantaian Orangutan Kalimantan (pongo pygmaeus) di Desa Puan Cepak, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara periode 2009 hingga 2010 sudah ada. "Bukti pembantaian Orangutan itu sudah ada di depan mata. Pada 3 November 2011, satu orangutan jantan dewasa ditemukan terluka di kawasan perkebunan milik PT. Khaleda Agroprima Malindo, anak perusahaan Metro Kajang Holdings (MKH) Berhad di Muara Kaman, Kutai Kartanegara," ungkap Orangutan Campaigner dari COP, Daniek Hendarto, melalui rilisnya, Selasa.
Daniek mengatakan, COP menduga, orangutan tersebut disiksa dan mengalami patah tulang sehingga tidak mampu bergerak lebih jauh. "Ini saja sebenarnya sudah cukup bagi BKSDA untuk menyeret manajemen perkebunan ke penjara sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya," katanya.
Indikasi adanya kekuatan besar kata Daniek Hendarto diduga menjadi penyebab buntunya penyelidikan yang dilakukan pihak BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) Kaltim dan Polres Kutai Kartanegara untuk mengungkap dugaan pembantaian tersebut.
Menurut COP, pada dasarnya, tidak ada alasan jika kasus ini tidak berjalan karena kurangnya bukti dan saksi. "Orangutan yang terluka parah itu adalah bukti yang nyata di depan mata, saksi juga ada sehingga pihak BKSDA hendaknya menyidik manajemen PT. Khaleda," kata Daniek.
Pada 29 Oktober, Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Unversitas Mulawarman Samarinda berhasil merekonstruksi kerangka orangutan yang diserahkan masyarakat dari kawasan perkebunan PT. Khaleda.
Bukti itu melengkapi foto-foto pembantaian orangutan yang disebarkan oleh mantan karyawan yang sakit hati terhadap terhadap perusahaan kelapa sawit asal Malaysia tersebut sehingga tidak ada alasan penyidik menyatakan masih kurang bukti," ungkap Daniek Hendarto.
COP, kata dia, telah meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberi perhatian khusus terkait pembantaian orangutan tersebut.