REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG-- Serikat buruh di Batam, Provinsi Kepulauan Riau, mengancam akan kembali berunjuk rasa besar-besaran jika upah minimum kota yang telah ditetapkan Gubernur Muhammad Sani tidak direvisi sesuai tuntutan pekerja.
"Jika tidak direvisi dan masih tetap umpah minumum kota (UMK) Batam sebesar Rp1.310.000 per bulan, kami akan melanjutkan aksi unjuk rasa besar-besaran," kata Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Batam, Saripiyan Yas seusai pertemuan dengan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri), HM Sani, bersama dewan pengupahan dan instansi terkait di Tanjungpinang, Senin.
Saripiyan mengatakan, saat ini masih dilakukan pembahasan oleh semua pihak mengenai UMK Batam yang telah ditetapkan Gubernur kepri pada 28 November, setelah unjuk rasa dua hari di Batam pada 23-24 November 2011 yang rusuh.
"Pembahasan hari ini belum ada keputusan Gubernur mengenai revisi besaran UMK, kecuali keputusan mengembalikan penetapan ke Dewan Pengupahan Kota Batam untuk dibahas ulang dan diajukan lagi ke Dewan Pengupahan Provinsi Kepri," ujarnya.
Pembahasan ulang, menurut dia, dijadwalkan Selasa (6/12) dan rencana aksi yang akan dilakukan buruh pada Rabu (7/12) ditunda. "Sementara kami menunda melanjutkan aksi unjuk rasa sampai ada keputusan akhir pembahasan di Dewan Pengupahan Kota Batam serta Dewan Pengupahan Provinsi Kepri," ujarnya.
Menurut Saripiyan, saat ini buruh sudah tidak mematok besaran UMK sebesar Rp1.760.000 per bulan lagi seperti tuntutan awal, namun meminta ada kenaikan dari Rp1.310.000 yang ditetapkan gubernur itu. "Kami tidak bertahan di angka Rp1.760.000 per bulan, tapi sebaiknya UMK Batam naik minimal menjadi Rp1.400.000 per bulan atau Rp1.500.000 per bulan," katanya.
Gubernur Kepri, HM Sani sebelum pertemuan mengatakan, hendaknya semua pihak dapat memahami keputusannya menetapkan besaran UMK Batam yang diharapkan bisa mengakomodir keinginan pengusaha dan buruh.