REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan, pemilihan langsung di Papua lebih baik dikaji ulang penerapannya. Dia menilai pemilihan langsung banyak buruknya dan membuat warga Papua saling curiga satu sama lain.
Kalau tidak bisa diterapkan pemilihan melalui sistem adat, Mahfud menyarankan pemilihan bupati/wali kota, atau gubernur diserahkan ke DPRD. Mahfud merujuk pada pembakaran rumah gubernur Papua Barat pada Selasa (20/12), akibat massa tidak terima calonnya kalah.
Menurut dia, hal itu lumrah terjadi sebab sistem pemilihan langsung membuat warga menganggap musuh tetangganya kalau kandidat yang diusungnya tidak sama. Karena itu, imbuh dia, kalau pemilihan adat tidak bisa, lebih bagus diserahkan ke DPRD untuk memilih kepala daerah.
"Kalau mereka ribut hanya melibatkan puluhan orang, tidak sampai melibatkan massa. Biar DPRD saja yang adu jotos, tak sampai bakar-bakaran,” kata Mahfud, Sabtu (24/12).
Dikatakannya, warga Papua belum siap dengan pemilihan nasional. Perlu dicarikan jalan keluar agar bisa diterapkan model pemilihan khusus.
Usulannya itu tidak bertentangan dengan konstitusi, sebab menyesuaikan perkembangan dan kondisi terkini di Papua. Karena ia merujuk hanya di Papua, setiap pemilihan bupati/wali kota, dan gubernur, setiap kandidat melakukan pelanggaran secara terang-terangan.
Pelanggaran dilakukan secara masif, sistematis, dan struktural, tanpa mengindahkan aturan. Adapun Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat tidak berdaya menghadapi calon yang saling berlomba tidak taat aturan. “MK menyatakan sah kalau ada pemilihan adat. Papua memang tidak perlu mengikuti sistem pemilihan nasional,” kata Mahfud.